Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Bisa Diproduksi Massal, Furnitur Indonesia Kalah Saing di Pasar Global

Kompas.com - 01/10/2015, 23:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

SERPONG, KOMPAS.com - Kendati kerajinan Indonesia sangat beragam, dan pengrajinnya kreatif dalam menciptakan desain-desain baru, namun masih banyak kelemahan jika sudah masuk ranah global. Termasuk produksi furnitur dan elemen desain interior.

Ketua Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Pusat Francis Surjaseputra, menyebutkan, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan jika ingin produk lokal bersaing di dunia internasional.

"Jauh lebih penting dari merek adalah kualitas barangnya dan dikerjakan dengan baik sesuai waktu yang dijanjikan," ujar Francis saat pembukaan Homedec di ICE BSD, Serpong, Banten (1/10/2015).

Francis menambahkan, kualitas furnitur lokal haruslah bermutu, menyesuaikan dengan keinginan pelanggan yang semakin pintar dan mampu membedakan furnitur yang baik dan tidak. Jika furnitur mudah rusak, pelanggan akan lekas mengenali untuk kemudian berpaling kepada furnitur keluaran produsen lainnya.

Dalam hal kreativitas, imbuh Francis, pengrajin Indonesia memang cukup kuat dan mutu produknya mampu dicapai. Namun, saat diminta memproduksi dalam jumlah besar, kebanyakan pengrajin tidak mampu memenuhinya.

"Di IKEA saja misalnya, ada beberapa ketentuan produk lokal bisa masuk. Salah satunya harus bisa diproduksi secara massal. Karena di IKEA produk tidak hanya masuk toko di Indonesia saja, tapi di seluruh jaringannya di dunia," jelas Francis.

Seringkali industri rumah tangga "angkat tangan" ketika diminta memproduksi dalam volume besar. Produksinya masih sangat terbatas dan harga tidak bisa beraing. Selain itu, produksi Indonesia sangat kental dan mudah dikenali dengan budaya-budayanya.

Francis mencontohkan jika memproduksi furnitur, maka produsen menyematkan batik di dalamnya. Hal ini, menjadi kendala karena produsen tidak bisa memaksa orang luar memakai batik. Akhirnya, produk Indonesia sulit diserap. Berbeda dengan pasar domestik, produk berornamen batik masih mungkin disukai.

"Sebaliknya, berpikir global bukan berarti harus selalu mengikuti tren asing. Tetapi, setiap furnitur memiliki filosofi tanpa harus menyematkan ciri khas Indonesia di dalamnya. Misalnya, satu produk yang terinspirasi dari candi atau tulisan sanskerta. Tidak harus selalu terlihat dari Toraja, maupun Madura," sebut dia.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com