Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betapa Jauh dan "Mahal" Rumah yang Bisa Dibeli Kelas Menengah Tanggung...

Kompas.com - 24/07/2015, 07:21 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah menjadi kemafhuman publik, rumah murah dengan harga terjangkau dan sesuai kocek masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berada jauh dari pusat kota atau tempat aktivitas pekerjaan sehari-hari. 

"Saking jauhnya, sampai tak tercantum di peta, dan tidak terlacak global positioning system (GPS)," seloroh Roderick Adrian, calon konsumen yang pantang menyerah berburu rumah sesuai dengan penghasilannya per bulan kepada Kompas.com, Kamis (23/7/2015). 

Guyonan Roderick terbukti, saat Kompas.com  melakukan survei ke lokasi-lokasi rumah yang dipromosikan tanpa uang muka (down payment), atau seharga di bawah Rp 300 juta per unit. Kalau tidak jarak tempuhnya yang sangat jauh, aksesnya terbatas dengan fasilitas ala kadarnya. 

Kendati demikian, bagi orang-orang seperti Roderick dan juga pekerja-pekerja dengan penghasilan tanggung (di atas MBR tapi di bawah garis penghasilan kalangan menengah), memiliki rumah sendiri adalah sebuah kebanggaan.

"Rumah adalah lambang kesuksesan sekaligus impian setiap orang. Rumah juga merupakan ukuran atau standar kesejahteraan," ujar Ari, calon konsumen lainnya yang tertarik dengan penawaran rumah beriming-iming uang muka lima persen.

Mundur teratur

Lokasi pertama yang disurvei Kompas.com, adalah Metland Cileungsi di Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Perumahan yang dikembangkan PT Metropolitan Land Tbk ini berdekatan dengan Metland Transyogie. 

Jaraknya dari pusat kota Jakarta, atau Plaza Semanggi, sekitar 45 kilometer. Saat sepi seperti Kamis kemarin atau H+4 Lebaran, waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan sejauh itu adalah satu setengah jam dengan kendaraan roda empat. 

Kondisi infrastruktur sepanjang perjalanan, terbilang memadai dengan kualitas baik terutama selepas pintu Tol Cibubur, dan Jalan Transyogi. Kondisi sebaliknya, akan ditemui selepas jembatan layang (fly over) Cileungsi. Jalan mulai bergelombang dan tak jarang berlubang. 

Bahkan, ketika Kompas.com melintasi akses menuju Metland Cileungsi, kondisi jalan tak ubahnya kumpulan kubangan, dengan debu beterbangan. Kami tertarik berkunjung ke perumahan ini karena promosi uang muka hanya Rp 17,5 juta. Dengan uang muka senilai itu, rumah tipe 36 tanah 90 meter persegi siap huni sudah bisa dimiliki.

"Karena kami punya rumah ready stock yang tersisa dua unit lagi yakni tipe Lotus, harganya Rp 360 juta," ujar petugas pemasaran dan penjualan Metland Cileungsi, Sisca. 

Tawaran yang sangat menarik. Namun, ketika Sisca menjelaskan persyaratan dan juga menyebut jumlah total uang yang harus dibayar pada pembayaran pertama, banyak calon konsumen yang kemudian mundur teratur atau memilih berpikir ekstra keras seribu kali.

Betapa tidak, dana yang harus disetor yang terdiri atas komponen uang muka, biaya administrasi, biaya pengurusan kredit pemilikan rumah (KPR), dan biaya perizinan, membengkak menjadi Rp 35 juta. Uang itu harus dibayarkan sebelum tanggal 27 Juli 2015.

Darimana mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sesingkat ini? Bagi MBR dan mereka yang berpenghasilan tanggung, katakanlah di atas Rp 4 juta dan di bawah Rp 8 juta per bulan, dana Rp 35 juta sangat besar nilainya.

Dari kalkulasi matematis uang muka itu, kita bisa melihat betapa kecilnya penghasilan para MBR dan "kelas menengah tanggung" ini. Mereka harus membagi-bagi penghasilan per bulan untuk ongkos transportasi, biaya makan, dan juga cicilan rumah.

Lokasi kedua yang dikunjungi Kompas.com, adalah Harvest City yang dibesut PT Dwikarya Langgeng Sukses. Sama dengan Metland Cileungsi, lokasi perumahan ini juga masih di Kecamatan Cileungsi. Bedanya, Harvest City bisa diakses dari Jl Raya Cileungsi-Jonggol, dengan gerbang perumahan tepat menghadap Taman Buah Mekarsari.

Sayangnya, rumah dengan harga terjangkau, di bawah Rp 300 juta letaknya justru nun jauh di belakang area pengembangan 1.050 hektar tersebut yakni mendekati kawasan industri Cikarang. Padahal, tawaran promosinya demikian menggoda, yakni uang muka hanya Rp 3 juta dan dapat dicicil 4 kali.

60 kilometer

Kompas.com pun beranjak ke Citra Indah. Perumahan yang dikembangkan Ciputra Group melalui tentakel PT Ciputra Surya Tbk ini seolah menjadi primadona. Harga rumah untuk tipe 22/60 masih seharga di bawah Rp 150 juta atau tepatnya Rp 148 juta. 

Dengan tawaran harga yang rendah itu, unit-unit dalam klaster Catelya, Chryssant, dan juga Lantana, diserbu pembeli. Menurut Sales Executive Citra Indah, Fienso, pembeli adalah orang-orang yang bekerja di Jakarta. 

"Tak sampai sebulan, klaster Catleya habis terserap pasar. Demikian juga dengan klaster Chryssant. Karena itu, kami membuka klaster baru Lantana," tandas Fienso.

Berapa uang muka yang harus dibayar calon konsumen? Cukup lima persen dari harga jual rumah. Dengan uang muka sebesar itu, dana yang harus disetorkan konsumen pada pembayaran pertama, termasuk biaya-biaya adminitrasi, dan pengurusan KPR sekitar Rp 15 juta. Uang cicilan per bulan pun, terhitung ringan, sekitar Rp 1,5 juta-Rp 1,8 juta per bulan, tergantung masa tenor KPR. Terjangkau, dan masuk akal. 

Tetapi, tunggu dulu. Kendati harga rumah, dan angsuran per bulan terjangkau, namun biaya hidup akan menjadi "tidak masuk akal". Mari kita hitung, dengan jarak tempuh 60 kilometer, waktu yang dihabiskan oleh penghuni Citra Indah untuk menuju rute bus penghubung (feeder) terjauh, Grogol, adalah 2,5 jam dalam kondisi normal saat hari kerja. Itu berarti dalam sehari, 5 jam akan dilalui dalam perjalanan ulang-alik Jonggol-Grogol-Jonggol.

Berapa ongkos transportasi yang harus dikeluarkan selama sebulan? Dengan tarif Rp 15.000 per sekali jalan, maka dana rutin yang harus dikeluarkan penghuni Citra Indah adalah senilai Rp 720.000 per bulan dengan asumsi 24 hari kerja. Belum lagi biaya makan yang saat ini rerata Rp 50.000 per hari menjadi Rp 1,5 juta per bulan. 

Biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 720.000 ditambah Rp 1,5 juta ditambah Rp 1,5 juta menjadi Rp 3.720.000. Cukup memang, akan tetapi perbankan mensyaratkan cicilan rumah harus sepertiga dari penghasilan.

Kondisi tak berbeda jauh Kompas.com dapati di perumahan Nuansa Alam Asri di Cilebut, Kabupaten Bogor, yang digarap Elang Group. Meski iming-imingnya sangat menarik yakni tanpa uang muka, namun, ketika petugas marketingnya menyodori angka-angka "menakjubkan" setelah akad Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan dikombinasikan dengan biaya hidup, melebih penghasilan per bulan. Ini artinya, Nuansa Alam Asri masuk kategori tak terjangkau MBR dan "kelas menengah tanggung".

"Karena itu kami menyarankan untuk joint income. Suami dan istri yang bekerja bisa patungan untuk memiliki rumah. Atau syukur-syukur orang tua atau saudara mau berbaik hati memberikan pinjaman. Banyak jalan memiliki rumah," tandas Fienso.

Kalau sudah demikian, berharap, berdoa, dan bekerja lebih keras hanyalah satu-satunya cara untuk dapat mewujudkan impian memiliki rumah, dan menjadi sejahtera.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau