Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun "Smart City", Jangan Malu Berkaca pada Singapura!

Kompas.com - 07/05/2015, 15:51 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

SINGAPURA, KOMPAS.com - Mengemukanya isu perkotaan dalam konstelasi politik Asia-Afrika beberapa waktu lalu memperlihatkan betapa pentingnya isu tersebut dalam agenda urbanisasi di antara bangsa-bangsa kawasan selatan. Kota-kota di Asia-Afrika terus bertransformasi untuk maju, lebih beradab, efisien, dan cerdas dalam melayani warganya.

Bandung, satu di antaranya, tengah merintis dirinya menjadi jauh lebih baik dalam implementasi konsep kota cerdas atau smart city. Terpilihnya Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sebagai chairman 'Kota Cerdas Asia Afrika 2015' membuktikan bahwa yang dirintisnya selama ini diakui sebagai upaya untuk maju.

Bandung dan Emil, sapaan akrabnya, dianggap sangat tepat memanfaatkan momentum pertemuan bangsa-bangsa Asia-Afrika, karena Indonesia sudah lama merindukan lahirnya kota-kota maju dan mampu menempatkan dirinya sebagai kota dunia.

Selain sumber daya manusia dan sejarahnya, Bandung juga satu dari tiga kota lainnya bersama Miami di Amerika Serikat, dan Napiers, di New Zealand, yang memiliki bangunan artdeco terbanyak di dunia. Sejak awal berkembangnya, Bandung adalah kota dunia, dan Emil telah menjiwainya secara tepat.

"Inilah kesempatan Bandung untuk memanfaatkan posisi internasionalnya, membangun ke dalam. Penyediaan fasilitas kelas dunia akan pada gilirannya mengubah perilaku dan ekspektasi masyarakat Bandung untuk kota yang lebih nyaman, aman, dan berkelanjutan," ujar Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro.

Namun, ketika perencanaan kota berhadapan dengan "clash of digitalization", terciptalah dunia instan yang dipicu oleh media sosial dan internet. Kota ingin diubah menjadi ubiquotus city.

"Kita harus hati-hati dengan istilah kota cerdas atau smart city. Jangan sampai kemudian para pemimpin kota fokus hanya pada aksesori. Bahaya jika klaim politis kota cerdas seolah menjadi hanya kebenaran, dan mengabaikan perencanaan pembangunan mendasar kota yang sebenarnya," kata Bernardus.

HBA/Kompas.com Singapura memiliki 1.600 aplikasi terkait layanan publik yang bisa diunduh secara mudah oleh warga. Tampak dalam gambar merupakan jaringan MRT baru yang melintasi Marina Keppel Bay, Rabu (6/5/2015).
Peran negara

Kota cerdas sesungguhnya adalah pranata, tools, atau infrastruktur kota, untuk menciptakan ubiquotus city, yaitu kota berbasis teknologi. Kecerdasan (smartness) sebuah kota, menurut Bernardus, sejatinya bukan tujuan, melainkan perencanaan dan manajemen kota yang mengakomodasi ruang hidup nyaman, aman, dan berkelanjutan.

Investasi teknologi untuk mengubah perilaku warga kota tidaklah kecil. Seperti halnya kota-kota yang lebih dulu menerapkan teknologi macam Singapura, Barcelona, Songdo, Incheon, Eidhoven, dan lain-lain, wali kota di Indonesia harus menyelaraskan produk rencana kota, pelaksanaan pembangunan, program revitalisasi dan partisipasi swasta secara harmonis.

Singapura bisa menjadi contoh paling baik dan paling dekat. Kota ini memerlukan satu generasi untuk sampai pada efisiensi dan efektivitas tingkat tinggi. Produk perencana kota, pelaksanaan pembangunan, program revitalisasi, dan partisipasi swastanya berjalan seiring.

General Manager Marketing Keppel Land, Albert Foo, mengatakan, Pemerintah Singapura membuka kesempatan luas untuk swasta mengembangkan sebuah kawasan dalam yurisdiksi yang jelas dan terencana dengan baik. Untuk mengembangkan Marina Keppel Bay, misalnya. pusat bisnis atau central business district (CBD) baru itu harus mengikuti dan menerapkan betul urban development guide lines (UDGL). Dengan begitu, kecil peluang terjadinya malpraktik konstruksi yang akan menimbulkan masalah seperti banjir, macet, atau tumpang tindih peruntukan.

"Di sini segala sesuatunya sudah jelas dan terukur, termasuk membangun reklamasi untuk CBD baru agar tidak terjadi malpraktik konstruksi yang berpotensi menimbulkan banjir, macet, atau kerusakan lingkungan," kata Foo kepada KOMPAS.com, Rabu (6/5/2015).

Negara betul-betul hadir dalam menegakkan peraturan terkait perencanaan dan pengembangan kota yang melibatkan perusahaan milik negara, pemerintah kota, maupun swasta. Hal itu tak terkecuali ketika Singapura mengalami booming (ledakan) dan nyaris bubble (gelembung) properti, sebab pemerintahnya dengan sigap melakukan langkah pendinginan (cooling measures).

"Kehadiran negara penting untuk membuat kondisi, dan iklim investasi menjadi lebih sehat, dan kendali pasar menjadi lebih mudah, karena segala sesuatunya, termasuk infrastruktur sistem direncanakan dengan baik," kata Foo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com