Bahkan, menurut penyedia data survei perhotelan STR Global, anjloknya kinerja tingkat hunian hotel Jakarta dan Bali tersebut merupakan yang terburuk selama dua tahun terakhir.
Kinerja negatif juga dialami beberapa pasar hotel lainnya di kawasan Asia Pasifik. Secara umum, masih menurut laporan STR Global yang dikirimkan kepada Kompas.com, Rabu (29/4/2015), menurun dalam tiga matriks kunci, average daily rate (ADR), revenue per avalaibale room (RevPAR), dan tarif dalam mata uang lokal.
Di Jepang, contohnya. Tingkat hunian melandai 0,3 persen menjadi rerata 68,7 persen. Demikian halnya dengan ADR menjadi rerata 111,16 dollar AS atau melorot 5,9 persen. Penurunan ini dipengaruhi devaluasi lanjutan dari mata uang Yen Jepang. Kemerosotan lebih besar terjadi pada matriks RevPAR sebesar 6,2 persen menjadi rerata 76,34 dollar AS.
Begitu juga dengan Myanmar yang memperlihatkan kejatuhan dalam dua matriks. ADR jeblok 30,3 persen menjadi 96,842 Kyat Myanmar, tingkat hunian jatuh 26,4 persen menjadi 52,9 persen. Kinerja negatif hotel di Myanmar ini didorong pasokan baru yang melonjak 17,8 persen.Penurunan paling tajam dialami Korea Selatan dengan Seoul sebagai pasar utamanya. ADR terjerembab 11,2 persen menjadi 169,622 Won Korea.
Demikian halnya dengan Tiongkok yang melorot 1,0 persen untuk tingkat hunian menjadi rerata 64,6 persen, ADR turun 2,6 persen menjadi 559,74 Yuan, dan RevPAR menjadi 361,80 Yuan atau bergeser 3,5 persen.