BANDUNG, KOMPAS.com - Mengutip The Stage of Growth-nya Walt Whitman Rostow, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menekankan, transformasi sebuah kota tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi, dengan teknologi, lompatan-lompatan besar akan tercapai, termasuk menciptakan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik.
"Tahapan pertumbuhan" model Rostow mendalilkan pertumbuhan ekonomi terjadi dalam lima tahap dasar, yakni pada masa masyarakat tradisional, persiapan tinggal landas, tinggal landas, menuju kemapanan, dan masa konsumsi tinggi.
"Bogor tengah melakukan perubahan di berbagai aspek kehidupan. Yang terutama dan kami fokuskan pada penyelesaian transportasi dan kemacetan, lingkungan hidup, manajemen bencana, dan layanan masyarakat," papar Bima kepada Kompas.com, usai pembukaan Asia Africa Smart City Summit 2015, di Bandung, Rabu (22/4/2015).
Sejak 7 April 2015, kota hujan ini merintis modernisasi, efektivitas, dan efisiensi pengelolaan kota melalui pengembangan Bogor Green Room. Serupa dengan Bandung Command Center, Bogor Green Room adalah upaya merealisasikan lompatan-lompatan besar menuju sebuah keniscayaan.
Bahwa Bogor, harus menjadi bagian dari kemajuan peradaban, adalah mimpi besar Bima. Teknologi, kata Bima, adalah sarana untuk mewujudkan itu. Dia pun berkisah, dengan teknologi, Pemerintah Kota Bogor mampu membuat sistem informasi manajemen puskesmas (simpus) yang bisa diakses oleh semua jajaran birorat di lingkungan pemerintah.
Simpus menunjukkan data real time kuantifikasi pasien, varian penyakit, ketersediaan dokter, hingga registrasi pasien, dan penanganannya. "Simpus baru sebagian kecil. Masih ada banyak lagi yang tengah kita kembangkan, termasuk dalam empat masalah yang menjadi prioritas kami seperti yang disebutkan di atas," lanjut Bima.
Dengan anggaran Rp 5 miliar, aku Bima, yang sebagian besar didukung oleh dana corporate social responsibility (CSR) PT Telkom Indonesia Tbk., dan Institut Teknologi Bandung (ITB), Bogor Green Room akan menjadi "pengendali" bagi keberlanjutan kota.
"Jubir digital"
Peralatan boleh saja canggih dengan segala aplikasi yang memudahkan hidup Bima dan perangkat kota lainnya, namun tanpa upaya mengaktualkan pengguna (user)-nya juga akan percuma.
Bima tak menampik hal itu. Oleh karenanya, kembali kepada The Stage of Growth Rostow, Bima percaya pada proses. Pihaknya sudah dan akan menyiapkan penambahan kualitas dan kuantitas juru bicara (jubir) digital di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Semua kepala dinas, kami bekali jubir digital. Ini bukan struktural, namun lebih kepada fungsional. tugasnya, gaul di dunia maya. Merekalah yang akan merespon setiap keluhan warga melalui media sosial, maupun sms atau telepon, dan melaporkannya kepada kepala-kepala dinas terkait," jelas Bima.
Keluhan warga, tambah Bima, akan direspon oleh jubir digital saat itu juga, dan kemudian diverifikasi dalam tiga hari untuk kemudian ditindaklanjuti melalui proses penanganan, dan pengerjaan sesuai kebutuhan.
Jubir digital ini, jelas Bima, adalah anak-anak muda yang melek teknologi, menguasai komunikasi via media sosial seperti twitter, facebook, path, atau pun memahami aplikasi dan piranti lunak terbaru dari teknologi.
"Mereka punya passion tinggi dan keterlibatan emosional dengan Bogor. Mereka adalah generasi muda kreatif yang ingin kotanya maju sejajar dengan kota-kota dunia lain," tandas Bima.
Jubir digital adalah juga merupakan bagian dari proses transformasi. Namun, lebih penting dari itu adalah bagaimana setiap aspek di dalam Bogor Green Room berfungsi optimal, Bima tengah menyiapkan cetak biru untuk menyelaraskan teknologi, dan kondisi aktual di lapangan. Cetak biru pengelolaan, dan penataan kota sampai 2030, termasuk di dalamnya pengaturan angkot yang sampai saat ini jadi masalah, juga dibahas tuntas.