Urbanis Indonesia, Bambang Eryudhawan, mengatakan, ada banyak yang bisa dipetik dari kepemimpinan Lee Kwan Yew, dan perancangan serta tata kota Singapura. Meskipun konsep Singapura adalah negara kota (city state).
"Karena city state, maka kota dikelola sebagai negara. Akibatnya tentu akan masif sekali, karena kegagalan kota identik dengan kegagalan negara. Berbeda dengan Indonesia, kegagalan kota tak dianggap langsung sebagai kegagalan negara," ujar Yudha, panggilan akrab Bambang Eryudhawan.
Dengan begitu, perencanaan (planning) menjadi penting. Karena kegagalan planning kota berarti kegagalan negara.
"Sementara sikap kita di sini, planning ya sebatas planning yang so so, toh tidak berdampak langsung pada kegagalan negara. Jadi jangan heran Jakarta jauh ketinggalan dibanding Singapura. Karena Jakarta lebih sering dianggap sebagai provinsi, bukan ibu kota. Pemerintah pusat tak memiliki power di Jakarta, kan aneh," tandas Yudha.
Untuk itu, lanjut dia, sebagai kota, tentu saja Singapura dapat jadi model, tetapi janganlah mencontoh langsung yang tampak secara visual. Lebih dari itu, harus dipelajari sistem kerjanya. Yudha menyebutkan, bagaimana kemudian Urban Redevelopment Authority (URA) beroperasi, menjalankan proses perizinan, dan kuatnya otoritas HDB, dan lain sebagainya tanpa bisa direcoki swasta.
"Sebaliknya dengan Jakarta, justru sering terpana pada yang tampak. Terpukau pada kota macam Tokyo, New York, dan lain-lain sehingga maunya seperti mereka. Akan tetapi kita lupa bahwa yang tampak itu harus didukung sistem kota yang baik," cetus Yudha.
Makanya, kata Yudha, Jakarta sering dikerjain pengembang. Sementara kota dan pengelolanya gagal mempelajari sistem perencanaannya. Gedung-gedung bagus, tapi infrastruktur berantakan. Begitu juga kualitas hidup, dan layanan publiknya buruk, karena ditarik melulu ke arah komersial.
Bernardus menambahkan, para pemimpin dan manajer kota Jakarta, dan Indonesia perlu belajar dari cara Lee Kwan Yew mengintegrasikan kebijakan, teknik perencanaan yang mumpuni, pemberdayaan masyarakat, yang ditunjang dengan manajemen keuangan dan pemerintahan yang relatif kecil korupsinya.
"Jadi bagi Indonesia, topiknya harus menjadi Perencanaan Ruang dan Pembangunan Wilayah yang berbasis pemanfaatan ruang yang efektif. Fokus pada penciptaan gula-gula pertumbuhan ekonomi. Untuk itu melalui kementerian dan badan badan baru, harus fokus pada perencanaan kota-kota dan pembangunan wilayah yang holistik, berbasis peningkatan nilai tambah (value creation) dan mengutamakan skenario pembangunan terintegrasi," pungkas Bernardus.