Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Desa Berkelanjutan, Indonesia Harus Tiru Madagaskar

Kompas.com - 18/03/2015, 14:47 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

Sumber Reuters
KOMPAS.com - Terletak 26 kilometer dari Antananarivo, ibu kota Madagaskar, sebuah komunitas kecil membangun desa ramah lingkungan. Desa transformasi ramah lingkungan bernama Talata Volonondry ini berasal dari pemakaian sumber daya lokal yang berkelanjutan.

Selain membantu membangun tempat tinggal, pembuatan energi alternatif serta perkebunan, komunitas ini juga membantu masyarakat desa untuk mempertahankan dan menciptakan kembali biodiversitas di kawasan tersebut.

Komunitas membangun desa ramah lingkungan tersebut diciptakan oleh pengusaha Malagasy, Andry Andrianjafy yang merasakan adanya pengurangan mata pencaharian banyak penduduk desa akibat penebangan serta degradasi lingkungan.

"Kami memiliki beberapa keluarga di sini. Kami mencoba melatih dan memperbaiki kehidupan dan masa depan mereka melalui pengubahan cara pandang dari yang biasanya dilakukan,” ujar Andrianjafy.

Sebagian besar warga Talata Volonodry merupakan petani. Mereka telah menerima pelatihan metode bertani terbaru yang lebih baik untuk meningkatkan hasil agrikultur dan ternak.

“Jika suatu hari kami harus pindah dari tempat ini, maka kami bisa menggunakan apa yang telah dipelajari di Talata Volonondry dan mengaplikasikannya di wilayah lain,” kata seorang petani Talata Volonondry, Rakotoariandriana.

Penduduk desa ramah lingkungan ini juga mempelajari permaculture, sebuah sistem agrikultur yang bertujuan mengintegrasikan aktivitas manusia dengan lingkungan sehingga menciptakan ekosistem mandiri efisien. Metode tersebut juga bertujuan memastikan petani dapat memanen makanan sepanjang tahun.

Sebelum inisiatif tersebut diperkenalkan di desa, petani harus melakukan perjalanan jauh hanya untuk mencari air. Kini sistem irigasi baru menggunakan pipa untuk menarik air dari sumbernya ke desa telah dihadirkan.

“Saya menernak udang karena tak menyulitkan. Ada air di desa ini sekarang sehingga tenaga mubazir bisa dikurangi. Kami mendapatkan air dari sumbernya melalui pipa yang dibagikan oleh komunitas,” tutur petani lainnya, Racelestin.

Untuk melestarikan air tersebut, toilet ramah lingkungan yang juga disebut toilet kering diperkenalkan. Toilet ini telah dikembangkan dengan bantuan komunitas sehingga masyarakat dapat membuatnya dari material lokal dan mudah dipasang di tiap-tiap rumah penduduk.

Selain meningkatkan sanitasi, feses dari toilet juga dapat diajdikan pupuk organik untuk menyuburkan tanaman sehingga ternak penduduk dapat memakannya.

“Sistem dan pupuk ini semuanya gratis. Hal tersebut hanya hasil buangan manusia yang dicamur dengan beberapa bagian kayu sehingga tak ada bau menyengat. Hal ini menjadi keuntungan toilet kering,” tambah Andrianjafy.

Andrianjafy menjelaskan desa ramah lingkungan dapat menajdi model terbaik bagi manajemen lingkungan berbasis masyarakat dan komunitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau