"Pertama, Pemerintah harus menyiapkan regulasinya terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berikut penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dalam penyiapan lahannya agar terkoordinasi dengan baik, dan tidak tumpang tindih peruntukannya dengan sektor strategis lainnya," papar Sanny kepada Kompas.com, Selasa (18/2/2015).
Hal fundamental kedua, lanjut Sanny, adalah pembangunan infrastruktur dasar. Infrastruktur dasar dimaksud menyangkut pelabuhan laut, akses penghubung dari dan ke pelabuhan menuju Kawasan Industri yang akan dibangun.
"Infrastruktur dasar ini sangat penting untuk menekan waktu dan jarak tempuh yang selama ini menjadi kendala di Papua, dan daerah lainnya yang minim infrastruktur sehingga harga barang menjadi jauh lebih mahal," tutur Sanny.
Dia menambahkan, hal mendasar ketiga yang tak kalah vital adalah pembangunan pembangkit listrik untuk memasok energi yang dibutuhkan kawasan-kawasan industri.
Hal keempat, menurut Sanny adalah menyiapkan pusat pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia (SDM) lokal sesuai dengan kebutuhan industri yang akan masuk dan beroperasi.
"Keterbatasan SDM, minimnya infrastruktur, medan yang berat, merupakan tantangan bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Dibutuhkan kesungguhan pemerintah dalam mewujudkan pengembangan kawasan industri di Papua. Banyak aspek yang harus diupayakan untuk mendukung terealisasinya rencana tersebut," tandas Sanny.
Demikian halnya dalam aspek pengelolaan kawasan industri, Sanny, mengusulkan agar pengelolanya merupakan badan atau organisasi yang merupakan bentukan kerjasama antara pemerintah provinsi/kabupaten dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Seperti halnya Kawasan Industri Teluk Bintuni di Papua Barat, PT Pupuk Indonesia ditunjuk sebagai pengelolanya. Ini bertujuan agar pengelola kawasan lebih profesional dan komprehensif," cetus Sanny.
Sementara mengenai harga lahan kawasan industri, harus disesuaikan dengan kondisi pasar. Tentu saja, harus menarik bagi investor, dan juga jangka waktu atas hak tanahnya harus diperhatikan.
"Karena hal itu akan memberikan kepastian investasi untuk jangka panjang," pungkas Sanny.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) mendukung sepenuhnya pembangunan kawasan industri di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Pembangunan kawasan industri ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, dan PT Freeport Indonesia.
"Apa yang menjadi bagian dari porsi ke-PU-an (pekerjaan umum), menyangkut kawasan industri yang terkait infrastruktur jalan, penyediaan air, dan juga permukiman akan kami dukung. Apa pun bentuknya, bisa kawasan industri khusus, kawasan industri terintegrasi, ataupun kawasan ekonomi khusus, selama dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua, kami dukung," tegas Menteri Pekerjaan Umum-Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, kepada Kompas.com, Minggu (15/2/2015).
Untuk diketahui, Menteri PU-PR Basuki Hadimuljono dan Menteri ESDM Sudirman Said berbagi peran melakukan peninjauan langsung kondisi Papua terkait rencana pembangunan smelter (fasilitas pengolahan hasil tambang). Setelah peninjauan dilanjutkan dengan pertemuan tertutup antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan PT Freeport Indonesia yang menghasilkan beberapa kesepakatan.
Pada poin kedua kesepakatan, disebutkan bahwa smelter yang akan dibangun merupakan bagian dari pengembangan kawasan industri yang dikembangkan pemerintah daerah, Provinsi Papua maupun Kabupaten Mimika. Kementerian PU-PR akan mendukung penyiapan kawasan dan mencocokkan dengan rencana tata ruang nasional.
“Untuk rencana pembangunan smelter ini Kementerian PU-Pera akan memberikan dukungan sepenuhnya dalam rangka tidak hanya membangun smelternya saja, tetapi sebagai salah satu aspek dari kawasan industri yang akan dibangun di Timika,” kata Basuki.
Ada pun bentuk dukungan untuk kawasan industri tersebut adalah berupa jalan akses menuju kawasan, penyediaan air, dan perumahan. Anggarannya sendiri saat ini belum disusun.