"Terutama untuk membiayai ekspansi mesin baru di Padang dan Rembang dalam rangka mengamankan pasokan semen nasional tahun ini," ujar Corporate Secretary PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Agung Wiharto, di Jakarta, Selasa (6/1/2015).
Agung mengatakan, pertumbuhan konsumsi semen nasional pada tahun ini diproyeksi akan lebih baik setelah mengalami perlambatan tahun lalu. Pertumbuhan konsumsi semen nasional pada 2015 ini diperkirakan mencapai 5-6 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 3,5 persen.
Agung mengaku optimistis kedua pabrik tersebut dapat berproduksi sesuai rencana yang telah ditetapkan perseroan, meskipun sebagian kecil warga, khususnya di Rembang, tengah mempermasalahkan izin Amdal pembangunan pabrik di kota tersebut.
"Seluruh proses pembuatan Amdal pabrik di Rembang telah kami laksanakan secara sesuai aturan yang berlaku. Kami optimistis proses hukum di PTUN Jawa Tengah dapat segera selesai," papar Agung.
Izin lingkungan
Sementara itu, pada kesempatan terpisah, pakar hukum lingkungan Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Daud Silalahi berpendapat gugatan tata usaha negara yang diajukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan enam orang warga untuk membatalkan izin lingkungan pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, dinilai terlalu dini.
Ihwal hal tersebut, Agung mengatakan izin lingkungan yang diberikan Pemprov Jawa Tengah kepada PT Semen Indonesia Tbk untuk pembangunan pabrik semen di Rembang telah berdasarkan pada Amdal bersifat ilmiah dan keilmuan (science), dan telah melalui berbagai tahapan dan prosedur berlaku.
Amdal diterbitkan setelah melalui perhitungan dan penelitian para pakar yang mumpuni dibidangnya. Begitu pula, Amdal telah mengacu pada aturan umum yang ada seperti RTRW, RDTR sampai RTTR (rencana teknis tata ruang) yang telah ditetapkan pemerintah, ujar dia lebih lanjut.
"Amdal itu adalah aturan main, berupa berbagai kesepakatan yang wajib dipatuhi oleh pihak yang mengajukannya. Namun, Amdal itu belum sampai pada tahap pelaksanaan. Jadi belum dilaksanakan, kok malah digugat, lalu fakta hukumnya mengambil darimana. Gugatan tersebut sangat prematur karena hanya berdasarkan pada asumsi," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.