Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Enam Faktor yang Bikin Pasar Properti Tertekan

Kompas.com - 09/10/2014, 09:37 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsultan properti global, Knight Frank mencatat pertumbuhan negatif pasar properti Indonesia, akan berlangsung hingga akhir tahun 2014 dan terus berlanjut pada 2015. Hal ini disebabkan enam faktor krusial.

Keenam faktor tersebut berdampak langsung pada anjloknya penurunan tingkat serapan, berkurangnya pasokan, dan terkoreksinya harga sewa transaksi.

"Faktor pertama yang menjadi penghambat pertumbuhan pasar properti adalah kondisi makro ekonomi yang cenderung melambat pada 2014 dan 2015 mendatang. Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi cenderung moderat hanya 5,1 persen hingga 5,5 persen," tutur Associate Director for Consultancy and Research Knight Frank Indonesia, Hasan Pamudji, kepada Kompas.com, Rabu (8/9/2014).

Faktor kedua, kata Hasan, tingginya suku bunga acuan (BI rate) yang masih berada pada level 7,5 persen. Akibatnya, suku bunga kredit properti pun menjadi tidak kompetitif sehingga sangat memberatkan pengembang, dan kontraktor karena cost of fund menjadi mahal. Sementara bagi konsumen, bunga tinggi kredit pemilikan rumah (KPR) yang masih bertengger pada angka dua digit, sangat menghambat impian memiliki rumah.

"Faktor ketiga adalah fluktuasi rupiah yang hingga kini sudah menembus angka Rp 12.000 per satu dollar AS. Ini memicu perusahaan menunda menyewa ruang perkantoran yang bertarif dollar AS. Meski kemudian tarif sewa dalam dollar AS mengalami koreksi. Selain itu, harga barang-barang (terutama material bangunan) impor pun menjadi mahal," tandas Hasan.

Sementara faktor berikutnya, lanjut Hasan, rencana The Fed (bank sentral AS) yang akan mengurangi stimulus pendanaan pada 2015 mendatang. "Mereka akan menarik modal kembali ke AS. Ini bakal mengerek kenaikan suku bunga," ujarnya.

Faktor kelima, ancaman meroketnya tingkat inflasi. "Saat ini memang masih berada pada kisaran empat persen. Namun, saat harga bahan bakar minyak (BBM) naik, tingkat inflasi berpotensi meroket yang akan menggerus daya beli konsumen. Harga-harga bakal melonjak tajam," kata Hasan.

Faktor terakhir kenaikan BBM yang memicu lonjakan tarif dasar listrik sehingga consummer spending  (belanja konsumsi) menyusut. "Kenaikan BBM mengancam daya beli masyarakat. Terutama kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga jangankan untuk membeli rumah, memenuhi kebutuhan pokok saja sudah sulit," pungkas Hasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau