Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Harus Ada Revolusi di Sektor Perumahan"

Kompas.com - 09/10/2014, 07:47 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk terpenuhinya kebutuhan papan, selain pangan, dan sandang, harus ada revolusi di sektor perumahan.

Indonesia masih setengah-setengah dalam mengatasi masalah di sektor ini. Padahal ketimpangan ketersediaan pasokan dan kebutuhan hunian sudah demikian lebar, yakni di atas 15 juta unit.

"Harus ada revolusi di bidang perumahan, supaya masyarakat bisa meningkat kualitas hidupnya. Ini sebuah gerakan mental mengubah semuanya menjadi lebih baik. Mulai dari pemerintahnya, masyarakatnya hingga pendanaannya," ujar begawan properti sekaligus pendiri Ciputra Group, Ciputra kepada Kompas.com, Rabu (8/10/2014).

Menurut Ciputra, revolusi dimulai dari kesediaan masyarakat, pemerintah, dan pengusaha untuk fokus pada penyediaan perumahan.

"Kita harus menghemat untuk membeli rumah. Kita harus efisien dalam waktu. Sudah bekerja delapan jam, tambah tiga jam lagi untuk menghasilkan tambahan pendapatan (bagi karyawan). Pemerintah juga jangan setengah-setengah, siapkan pendanaan, regulasi yang mendukung, dan pertanahan," kata Ciputra.

Di segmen pendanaan, lanjut dia, Indonesia harus betul-betul menyiapkannya. Contohlah Singapura, Malaysia, Rusia, dan Tiongkok yang sudah memiliki semacam central provident fund  (CPF) atau tabungan wajib bagi penduduk yang bekerja terutama untuk mendanai kebutuhan pensiun, kesehatan, dan perumahan mereka.

Di Singapura, CPF dikelola oleh sebuah badan hukum yang bertanggung jawab kepada Departemen Tenaga Kerja. Pengusaha harus berkontribusi 16 persen dari total gaji pokok bulanan karyawan. Sementara penghasilan karyawan dipotong 20 persen dari penghasilan bulanannya. CPF dimulai pada 1 Juli 1955.

Indonesia, kata Ciputra, bisa memulainya dengan semacam tabungan perumahan rakyat (Tapera). Itulah tanggung jawab semua pihak, karyawan, pengusaha, dan pemerintah. Karyawan dipotong gajinya 5 persen, pengusaha 6 persen. Jadi total 11 persen.

"Karyawan jangan mikir beli concummer goods (barang konsumsi) terus tapi harus mikir beli rumah. Sekarang bahaya, gaji sedikit beli baju, jalan-jalan, gadget. Harus hemat buat beli rumah," tandas Ciputra.

Sementara pemerintah membuat peraturan pengembangan perumahan dengan jelas dan pasti serta menyediakan lahan murah yang bisa dikembangkan hunian dengan harga terjangkau.

Sementara Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, mengusulkan agar pemerintah mengembalikan fungsi Perumnas ke khittah-nya sebagai lembaga penyedia perumahan rakyat.

"Perumnas harus segera dikembalikan ke khittah-nya sebagai pengembang kota baru dan penyedia rumah terjangkau. Perumnas akan menjadi penglima dalam mencapai hunian berimbang. Pengetatan kontrol pemerintah dan pemprov/pemkab/pemkot terhadap pengembang swasta juga harus ditingkatkan," ujar Bernardus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau