Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budi Pradono, Antara Pameran Bergengsi dan Perbenturan Budaya Toilet Jongkok

Kompas.com - 29/09/2014, 08:38 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lupakan sejenak hiruk pikuk politik, mari luangkan waktu untuk memberikan apresiasi kepada anak bangsa yang berprestasi.

Setelah pasangan ganda putri dan ganda putra bulutangkis menorehkan medali emas Asian Games Incheon 2014, giliran arsitek yang menghentak dunia dan menghasilkan kesadaran bahwa Indonesia itu ada.

Dialah, Budi Pradono yang terpilih menguratori pameran Ausstellung/Bad70ger di Schiltach, Aquademie, dan Black Forest (Jerman). Pameran akan berlangsung pada 30 April-27 Oktober 2015.

Ada tiga kurator yang dipilih penyelenggara pameran kali ini. Selain Budi yang merupakan satu-satunya arsitek Asia asal Indonesia, juga ada Mathias Klotz asal Chile, dan Jörn Frenzel dari Berlin.

Budi dipilih karena rekam jejaknya selama memimpin Budi Pradono Architects (BPA) yang berbasis riset. Dia berhasil membawa BPA untuk fokus pada riset perubahan gaya hidup (lifestyle) masyarakat kontemporer abad 21.

Termasuk riset mengenai vertical kampung yang kemudian dipamerkan di New York pada 2010, London (2012), Jerman (2012) dan riset mountain of hope  yang dipublikasikan pada ajang bergengsi Venice Biennale 2014 di Italia.

"Sebenarnya saya sudah diberitahu sejak setahun silam. Pameran Ausstellung/Bad70ger tersebut awalnya akan digelar pada Juni-Juli lalu, tapi ternyata bertabrakan dengan acara pameran Venice Biennale di Italia. Jadi ditunda dan mundur bulan April 2015," papar Budi kepada Kompas.com, Senin (29/9/2014).

Untuk pameran kali ini yang menyoroti tentang "kamar mandi" pada kurun 1970-1979, kata Budi, adalah awal mula dari globalisasi. Sehingga dipilih tiga kurator yang mewakili masing-masing wilayah Asia, Amerika Selatan, dan Eropa.

"Saya satu-satunya dari Asia. Tanggal 24 September lalu adalah presentasi dari para calon kurator di Berlin, untuk kemudian dilakukan pengukuhan oleh penyelenggara pameran," tambah Budi.

Di tingkat internasional, kiprah Budi bukan hanya sekali ini saja. Sebelumnya, dia pernah menjadi kurator pada perhelatan Lombok International Bamboo Festival 2013 lalu.

Perbenturan budaya

Ada pun garis besar hasil riset BPA yang akan dipamerkan nanti menyoroti tentang perbenturan budaya dan "transisi" dari penggunaan toilet jongkok (basah) ke toilet duduk dengan konsep kering.

"Itu diawali era kapitalisme saat secara politis kekuasaan Soekarno diambil alih Soeharto pada 1965. Industri mulai bangkit. Termasuk industri kamar mandi dan toilet duduk yang sedang mencari pasar atau peluang. Salah satu yang berhasil melakukan itu adalah perusahaan toilet asal Jepang," kisah Budi.

Perusahaan Jepang tersebut, kemudian memperkenalkan toilet duduk. Indonesia, yang mayoritas penduduknya muslim dan punya tradisi kamar mandi dan toilet basah, karena iklim tropis dan kewajiban sembahyang lima waktu, ternyata bisa menerima hal baru itu.

"Umumnya, masyarakat kita menerima, kendati harus "ditabrakan" begitu saja," ujar Budi.

Dia menambahkan, perbenturan budaya antara wet culture dan dry culture pun tak terelakkan. Banyak toilet duduk di hotel-hotel yang dipangkai jongkok. Atau di samping toilet duduk, masih dibangun bak air.

Perbenturan budaya ini, kata Budi, lucunya masih berlangsung hingga kini. Di kompleks-kompleks perumahan baru, pengembangnya masih menggabungkan toilet duduk dan bak mandi.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau