Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Pendapatan Makin Tak Sebanding dengan Harga Rumah....

Kompas.com - 03/09/2014, 10:17 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat, Sri Hartoyo, mengatakan Indonesia menghadapi tantangan pemenuhan sektor papan akibat dari bertambahnya jumlah penduduk. Kenaikan jumlah penduduk berimbas pada pengurangan lahan, yang selain dipakai untuk industri juga untuk hunian.

"Pengurangan lahan ini adalah kenyataan yang memang kita hadapi saat ini. Kalau ini terjadi terus, akan membahayakan," kata Sri saat diskusi 'Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami) - Solusi Penyediaan Perumahan bagi MBR di Wilayah Perkotaan' di Jakarta, Selasa (2/9/2014).

Dia menuturkan, ketika lahan berkurang, pada saat yang sama kebutuhan akan papan meningkat. Masalah ini semakin parah, terutama saat pendapatan masyarakat tak sebanding dengan harga rumah.

Sri menambahkan, dukungan dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga masih rendah. Menurut dia, harus ada perhitungan sampai tingkat berapa pemerintah, baik pusat atau daerah, bisa menyediakan fasilitas bantuan pembiayaan pada masyarakat.

Selain harus memikirkan pendapatan masyarakat, lanjut Sri, pemerintah juga harus memperhatikan hasil yang mempengaruhi kinerja pembangunan. Dari sisi suplai, di daerah perkotaan terjadi kompetisi harga tanah antara sektor perumahan dan industri. Dalam hal ini, sektor perumahan akan kalah.

"Pembangunan kalau masih mengkonsumsi lahan yang banyak akan semakin mengarah ke pinggir kota. Padahal, kurang didukung prasarana, sarana, fasilitas umum, fasilitas sosial," kata Sri.

Pemenuhan kebutuhan rumah untuk kesejahteraan rakyat pun, tambah Sri, menjadi semakin menjauhi pencapaian. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus pada pembangunan pola hunian vertikal atau rusun. Solusi ini pun, jika dijalankan, memakan banyak waktu.

"Arah perubahan kebiasaan dari rumah tapak menjadi rusun, butuh transisi bukan secara revolusi tapi evolusi," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau