China Real Estate Index System (CREIS) mencatat penurunan harga selama tiga bulan berturut-turut, Mei-Juli 2014. Bahkan, beberapa kota mengalami vakum penjualan.
Indeks tersebut juga menunjukkan harga rumah baru per Juli turun 0,81 persen dibanding Juni. Penurunan harga ini terjadi di 76 kota dari total 100 kota yang disurvei. Sementara 24 kota lainnya justru mengalami peningkatan.
Shanghai dan Beijing yang notabene merupakan pasar paling kuat pun tak kuasa menahan gelombang arus kejatuhan. Dua kota ini bergabung dengan delapan kota besar lainnya yang juga diterpa kejatuhan harga.
"Pasar tertekan akibat pasokan segunung dan rasio utang yang tinggi. Pengembang pun terpaksa memangkas harga jual untuk mengejar target penjualan," tulis CREIS.
Walhasil, beberapa kota pun memilih untuk menganulir kebijakan pembatasan pembelian properti demi meningkatkan penjualan dan mengatasi utang yang bertumpuk. Jumat (1/8/2014), sebanyak 60 persen dari 46 kota yang menerapkan kebijakan pembatasan pembelian, mulai merevisinya.
Namun, menganulir kebijakan pembatasan pembelian properti tersebut dianggap tidak cukup untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Market Research Director Centaline Property Agency Ltd, Zhang Dawei, mengatakan bahwa tindakan tersebut tidak cukup untuk menopang pasar. Zhang mendesak dukungan kredit yang lebih untuk menghidupkan kembali sektor yang menyumbang sekitar 15 persen dari PDB dan langsung mempengaruhi sekitar 40 sektor usaha lain di Tiongkok.
"Kredit dan penawaran kredit memainkan peran penting di pasar properti," kata Zhang.
Para analis mengatakan melemahnya pasar properti mengancam pertumbuhan ekonomi yang baru saja menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah melalui "gejolak" pada semester pertama 2014.