KOMPAS.com - Ketertarikan konsumen akan plafon rumah yang tinggi rupanya disadari oleh pengembang. Di New York, Amerika Serikat, para pengembang properti residensial mewah mulai membangun hunian dengan plafon mencapai lima meter atau dua kali lipat dari ketinggian plafon normal.
Sedangkan di Indonesia, plafon tinggi dibuat oleh pengembang untuk membangun rumah-rumah dan apartemen mewah seharga miliaran rupiah.
Benarkah langkah ini efektif untuk "menjaring" konsumen properti mewah?
"Pembeli terpukau dengan plafon semacam itu. Ketika mereka menyadari betapa tingginya plafon, dan tampak seperti katedral, mereka bilang, "Wow!"" ujar Danika Dorsey, Broker Corcoran Sunshine.
Para pengembang melihat tingginya plafon ini sebagai cara untuk membedakan produknya dari produk kompetitor. Langkah ini mereka lakukan lantaran pasar properti di Amerika Serikat tengah jenuh. Unit-unit hunian semakin mahal, dan hanya mampu dibeli oleh kalangan superkaya. Tanpa produk yang benar-benar menarik, mereka akan "kalah" dalam persaingan.
Sebelum krisis ekonomi melanda Amerika Serikat, pengembang juga sudah mulai membangun hunian berplafon tinggi. Misalnya kondominium Time Warner Center di Columbus Circle yang memiliki plafon mencapai 10 hingga 11 kaki (sekitar tiga meter). Di 30 Park Place, sebuah kondominium baru yang dibangun pengembang World Trade Center, Larry Silverstein di Tribeca juga memiliki kondominium dengan tinggi mencapai 14 kaki (sekitar empat meter).
"Ada tingkat drama pada hunian-hunian ini yang tidak bisa Anda tampik. Belum lama ini ada plafon setinggi sembilan kaki yang sudah termasuk tinggi. Kini, pembeli mencari plafon dengan ketinggian minimum 10 hingga 11 kaki dan pengembang terus meningkatkan ketinggiannya," ujar ahli marketing pengembangan baru, Melissa Ziweslin.
Apa kompensasi yang didapat pengembang? Plafon dengan ketinggian ganda memungkinkan mereka mematok harga lebih tinggi hingga 30 persen. Sebagai contoh, dupleks dengan lima kamar tidur berplafon setinggi 25 kaki (7,6 m) di 67 Franklin St. ditawarkan segarga 10,55 juta dollar AS (Rp 124,5 miliar). Sementara, unit serupa dengan plafon normal "hanya" dibanderol dengan garga 7,4 juta dollar AS (Rp 87,4 miliar).
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, pengembang di Indonesia juga mulai melakukan hal serupa. Sebagai contoh, apartemen premium Senopati Penthouse kembangan PT Senopati Aryani Prima juga menawarkan apartemen dengan ketinggian plafon mencapai empat meter.
Namun, jika di satu sisi hunian dengan plafon tinggi akan meningkatkan daya tarik untuk sebagian konsumen, membangun hunian semacam ini juga punya sisi negatif. Pertama, akan ada lebih sedikit unit yang bisa dibangun oleh pengembang. Selain itu, plafon yang terlalu tinggi juga membuat hunian terasa janggal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.