St Moritz Makassar yang sedang dibangun PT Lippo Karawaci Tbk., merupakan proyek terbesar dengan nilai investasi Rp 3,5 triliun. Properti multifungsi ini mencakup di dalamnya pusat belanja, apartemen, hotel, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas pendukung lainnya.
Sementara Karebosi Condotel dibangun PT Tosan Permai Lestari. Proyek ini mencakup kondominium hotel (kondotel), dan pusat belanja Karebosi Junction.
Menurut pemerhati pembangunan pencakar langit yang juga pegiat forum Skyscraper City Indonesia (SSCI), Alpha Marganaputra, pembangunan proyek besar-besaran di ibukota ini sudah terjadi sejak tiga tahun terakhir.
"Properti didominasi oleh apartemen dan hotel. Sementara kondotel baru marak dalam setahun terakhir. Saat ini ada tiga proyek kondotel yakni Karebosi Condotel, Novotel Grand Shayla, dan Multi Niaga Junction," papar Alpha kepada Kompas.com, Senin (9/6/2014).
Selain St Moritz dan Karebosi Condotel, proyek lainnya adalah Vida View Apartment hasil kolaborasi Ciputra Group dan Galesong Group. Apartemen ini terdiri atas tiga menara.
Bertebarannya proyek properti bertingkat tinggi (high rise) di Makassar, menurut Ketua DPD REI Sulawesi Selatan, Raymond Arfandy, tak lepas dari kebutuhan yang terus meningkat. Kebutuhan akomodasi dan hunian berasal dari pasar domestik dan juga perantau.
"Menariknya perantau tersebut merupakan orang Makassar yang mencari penghasilan di Papua, Kalimantan, Sumatera, bahkan Jawa. Mereka baru dikatakan berhasil dalam perantauan jika mampu membeli "istana" di kota mereka sendiri. Itulah mengapa setinggi apa pun harga properti di sini, pasti dibeli," papar Arfandy.
Lebih jauh Arfandy menjelaskan, selain membeli apartemen, rumah tapak (landed house) juga diincar pasar. Terutama rumah kelas menengah dengan harga Rp 350 juta hingga Rp 1,5 miliar per unit.
Hal senada dipertegas Direktur Ciputra Group, Harun Hajadi. Menurutnya pasar domestik dan perantauan sangat kuat. Buktinya, sebanyak satu menara atau sebanyak 670 unit menara Vida View Apartment laku terserap pasar.
"Harganya memang masih terjangkau. Sekitar Rp 300 juta untuk tipe terkecil. Namun, sangat mengejutkan bahwa pasar menyambut antusias. Ini berarti sudah saatnya Makassar membangun hunian vertikal," ujar Harun.
Lahan terbatas
Selain faktor permintaan pasar, keterbatasan lahan kosong di pusat kota Makassar juga dianggap sebagai pendorong maraknya pembangunan properti vertikal.
"Sulit mencari lahan kosong di pusat kota. Kalau pun ada, harganya sudah membubung. Sekarang saja harga lahan di pusat kota sudah mencapai Rp 20 juta per meter persegi. Sementara di jalur Hertasning yang sedang tumbuh, sekitar Rp 15 juta per meter persegi," tutur Arfandy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.