Menurut Head of Marketing Tokyu Land, Ardian J Fatkoer, Mega Kuningan telah dibidik sejak lama, karena kawasan ini merupakan jantung Segitiga Emas Jakarta. Selain itu, konsentrasi perusahaan juga mengarah pada pembangunan properti komersial dan high rise residential.
"Mega Kuningan sangat sesuai dengan visi dan konsep pengembangan yang diadopsi Tokyu Land. Selama ini, kami telah mengembangkan properti komersial kelas atas di kawasan Setiabudi, Setiabudi SkyGarden, berkolaborasi dengan PT Jakarta Setiabudi International," imbuh Ardian.
Mega Kuningan tampaknya menjadi creme de la creme di kawasan Segitiga Emas Jakarta yang banyak diincar pengembang kakap nasional dan juga mancanegara.
Lahan kosong untuk pengembangan properti komersial masih tersedia, harganya pun relatif lebih kompetitif ketimbang harga lahan di kawasan Segitiga Emas Jakarta lainnya macam koridor Sudirman, atau Thamrin.
Harga lahan teraktual masih berkisar antara Rp 50 juta hingga Rp 70 juta per meter persegi, sementara di koridor Sudirman, dan Thamrin sudah menembus kisaran Rp 100 juta per meter persegi.
Tak pelak kawasan bisnis dan diplomatik terpadu tersebut saat ini menjadi primadona para pengembang dan terus bertranformasi menjadi nadi pertumbuhan central business district (CBD) Jakarta.
Tercatat beberapa pengembang besar memiliki portofolio properti komersial di sini. Mereka, antara lain, adalah, Dua Mutiara Group dengan kompleks properti multifungsi hotel dan apartemen The Ritz Carlton, Gapura Prima Group dengan Bellezza Mansion, Megapolitan Development Group dengan The Bellezza Mansion, dan PT Megakuningan International Property menggarap The Hundred.
Jika rencana Tokyu Land direalisasikan, maka lahan kosong yang masih tersisa (tidak termasuk pengembangan baru) tinggal beberapa blok saja. Termasuk milik PT Jakarta Setiabudi International Tbk., (JSI) seluas 3,6 hektar.
Kawasan diplomatik dan bisnis terpadu
Mega Kuningan dirancang sebagai kawasan diplomatik dan bisnis terpadu yang dilengkapi jaringan infrastruktur dan utilitas berstandar internasional. Selain properti komersial, di sini juga terdapat kantor-kantor kedutaan besar negara-negara sahabat.
Lahan Mega Kuningan terbagi atas delapan blok besar yang kemudian dikembangkan menjadi 44 sub-blok lagi.
Mereka yang beruntung dapat mengelola dan memanfaatkan lahan di sini, telah menuai keuntungan menggiurkan. Dari data Colliers International Indonesia, sektor perkantoran di CBD Jakarta menunjukkan kinerja positif dari tingginya tingkat hunian dan harga sewa.
Tingkat hunian berada pada posisi di atas 95 persen, sementara harga sewa mencapai level rerata 35 dollar AS hingga 45 dollar AS. Sementara residensialnya menembus angka sekitar Rp 40 juta hingga Rp 60 juta per meter persegi.
Kinerja positif ini yang "memaksa" PT Megakuningan International Property, PT JSI Tbk., dan juga Tokyu Land menyegerakan realisasi proyek mereka.
PT Megakuningan International Property akan membangun The Hundred di atas area seluas 1,1 hektar. Megaproyek ini mencakup gedung perkantoran 24 lantai, serta gedung apartemen dan hotel yang menjulang 50 lantai.
Guna merealisasikan proyek tersebut, PT Megakuningan International Property mengalokasikan dana sekitar Rp 1 triliun. Dana konstruksi ini di luar lahan yang sudah mereka miliki sejak dulu.
Menurut Presiden Direktur PT Megakuningan International Property, Harjono Lee, dipilihnya kawasan Mega Kuningan sebagai wilayah garapan, karena cocok dengan kelas proyeknya yakni menyasar segmen pasar atas.
Sementara JSI bersiap mengembangkan lahan di lokasi terdepan, seluas 3,6 hektar sebagai properti multifungsi yang akan dimulai konstruksinya pada pertengahan 2015 mendatang.
Properti multifungsi tersebut bakal berisi perkantoran sebanyak dua menara, perhotelan juga dua menara dengan klasifikasi bintang tiga dan lima, serta ruang ritel yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan penghuni perkantoran dan tamu hotel.
Presiden Direktur PT Jakarta Setiabudi International Tbk, Jeffri Darmadi, memastikan rencana perseroan tersebut.
"Aspek legal lahan sudah beres dan clear termasuk Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT), penetapan koefisien lantai bangunan (KLB), analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), dan lain sebagainya," tutur Jeffri.
Megaproyek ini diprediksi akan menelan dana sekitar 300 juta dollar AS atau ekuivalen dengan Rp 3,4 triliun. Sebagian dana akan diambil dari hasil penjualan gedung perkantoran menara pertama seluas lebih kurang 60.000 meter persegi, sebagian lagi dari ekuitas perusahaan.
Tokyu Land sendiri dihadapkan pada pengembangan opsional. Menurut Ardian, terbuka kemungkinan membangun kondominium dan apartemen servis. "Yang pasti, kami sudah memiliki land bank di sini. Namun, luasannya tidak bisa kami publikasikan," ujar Ardian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.