Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro mengatakan, Bandung dan Jakarta sangat tidak reliable. Dua kota ini menunjukkan tingkat persepsi publik paling rendah. Warganya merasa tidak nyaman tinggal di kota masing-masing.
"Bandung dan Jakarta sama-sama memiliki masalah akut, yakni buruknya penataan kota, minim ruang terbuka hijau (RTH), tingginya tingkat pencemaran lingkungan, transportasi publik buruk dan tidak memadai, serta kotor karena banyak sampah," ujar Bernardus, kepada Kompas.com, pekan lalu.
Dalam survei Most Livable City Index terbaru yang tengah disusun IAP, lanjut Bernardus, Bandung dan Jakarta belum menunjukkan perubahan radikal sejak hasil sigi pertama dan kedua dipublikasikan pada 2009 dan 2011.
"Survei Most Livable City Index mendasarkan pada tujuh variabel utama, yakni fisik kota, kualitas lingkungan, transportasi, aksesibilitas, fasilitas, utilitas, ekonomi, dan sosial. Berpedoman pada tujuh variabel itulah, kami menetapkan 25 kriteria penentuan sebuah kota laik mendapat predikat livable city atau tidak," ujar Bernardus.
Menurutnya, ke-25 kriteria tersebut adalah kualitas penataan kota, jumlah ruang terbuka, perlindungan bangunan bersejarah, kualitas kebersihan lingkungan, tingkat pencemaran lingkungan, ketersediaan angkutan umum, kualitas kondisi jalan, dan kualitas fasilitas pejalan kaki.
Kemudian, ketersediaan fasilitas kesehatan, kualitas fasilitas kesehatan, ketersediaan fasilitas pendidikan, kualitas fasilitas pendidikan, ketersediaan fasilitas rekreasi, kualitas fasilitas rekreasi, ketersediaan energi listrik, ketersediaan air bersih, dan kualitas air bersih.
Berikutnya, kualitas jaringan telekomunikasi, ketersediaan lapangan pekerjaan, tingkat aksesibilitas tempat kerja, tingkat kriminalitas, interaksi hubungan antarpenduduk, informasi pelayanan publik, dan ketersediaan fasilitas kaum difabel.
Untuk kriteria penataan kota, Bandung dinilai oleh warganya sebagai paling buruk karena hanya mendapat poin 3. Demikian halnya dengan kebersihan kota, 90 persen warga Bandung menilai kotanya sangat kotor.Sementara itu, untuk kualitas transportasi publik, sebanyak 77 persen warga Bandung berpendapat buruk dan tidak layak.
Adapun Jakarta dinilai oleh warganya tidak memiliki RTH memadai, ketersediaan lapangan kerja terbatas, kualitas transportasi publik buruk, dan penataan kota amburadul. Selain itu, Jakarta juga dianggap sebagai sarang tindak kriminalitas.
Bernardus mengatakan, para pemimpin kedua kota ini hendaknya memegang komitmen pembangunan dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang dijabarkan secara teperinci dalam rencana detail tata ruang (RDTR).
"Jangan menyeleweng dari RTRW dan RDTR. Selain itu, benahi transportasi publik dengan memperbaiki sistem. Transportasi publik tidak harus monorel, skytrain atau transportasi canggih padat modal lainnya, tetapi ketersediaan, kualitas, dan kepastian jadwal transportasi publik yang diinginkan warganya. Libatkan mereka dalam setiap pengambilan kebijakan dalam segala aspek," ujar Bernardus.