Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah "Gorong-gorong" Bisa untuk Hunian Kalangan Miskin Kota

Kompas.com - 24/03/2014, 06:49 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Box Culvert" atau gorong-gorong ternyata bisa difungsikan sebagai ruang tempat hidup manusia. Ditambah kaca, dan material lain akan mengubah "Box Culvert" menjadi rumah yang relatif nyaman.

Ide dan karya rumah gorong-gorong ini mengantarkan Hermawan Dasmanto sebagai pemenang Indocement Award 2012 untuk kategori STR Architectural Design.

Kepada Kompas.com, Hermawan bercerita bahwa tema "Urban House" yang dicanangkan dalam ajang kompetisi tersebut, mengantarkannya pada kesadaran baru atas lingkungan di sekitarnya.

"Kalau bicara tema rumah, ada banyak. Ada tema klasik, ada tema minimalis, namun bukan itu yang mau kami sorot. Waktu itu di Surabaya lagi gencar pembangunan gorong-gorong kota. Dalam perjalanan mendesain, saya sempat membaca di koran bahwa sebelum diaplikasikan untuk menutup sungai harus diparkir dulu. Ternyata, selama diparkir di pinggiran sungai, boks-boks culvert menjadi seperti rumah-rumah kecil yang ditumpuk. Jadi sarang penjahat, warung, tempat mabuk-mabukkan," kenang Hermawan.

Hermawan melihat potensi lain dari boks-boks culvert yang disalahgunakan. Tumpukan "gorong-gorong" yang ada di sisi sungai tersebut ternyata bisa beralih fungsi menjadi ruang tempat hidup manusia. Menurut dia, konsepnya sebenarnya sangat sederhana. Orang-orang bisa hidup nyaman dalam skala itu.

"Box Culvert House" secara sederhana bisa dimengerti sebagai desain hunian yang dibangun dari U Culvert atau Box Culvert. Meski sederhana, U dan Box Culvert tersedia dari berbagai ukuran, sisa-sisa pembangunan infrastruktur yang tidak rampung pun bisa digunakan, sehingga meminimalisasi limbah.

Lantas, mengapa hingga kini kita belum kunjung melihat rumah-rumah yang dibangun dari U Culvert atau Box Culvert? Ternyata jawabannya sederhana. Penduduk Indonesia belum mampu melihat keindahannya. Lebih jauh lagi, Indonesia belum bisa mengambil esensi fungsi dari rumah dan mengubah gambaran rumah di dalam kepala.

"Dengan pemikiran yang terbuka, konsep itu kalau dipahami dan bukan hanya gimmick, harusnya orang mau menerima," ujar Hermawan. 

Ia mengingatkan bahwa kita masih terjebak dalam keinginan untuk menunjukkan eksistensi lewat rumah yang tampak megah. Padahal, inovasi sebenarnya hanya sejauh kerelaan untuk berpikiran terbuka.

Hermawan juga bersedia memberikan buah pikirannya bagi para inventor muda Indonesia. Menurutnya, kualitas harus tetap menjadi yang utama ketimbang kuantitas. "Jangan takut untuk mencoba. Tapi jangan sampai klise," ujar Hermawan. Alih-alih berbangga sudah ikut puluhan lomba, lebih baik mempertajam pengenalan fenomena di sekitar.

"Indonesia itu kan kaya sekali dengan fenomena. Pembacaan fenomena di kita kurang. Indonesia tengah berkembang. Semua hal di dunia ini, terjadi di Indonesia. Mulai dari hal-hal agraris sampai yang ultramoderen terjadi bersamaan secara paralel. Di salah satu sisi, yang sangat high tech ada. Seharusnya kompleksitas banyak," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau