Singapore Real Estate Exchange (SRX) juga menyebutkan, kejatuhan harga tersebut merupakan terburuk sejak Maret 2012, ketika harga properti di wilayah tengah melorot 4,7 persen per bulan.
Sebaliknya, harga di wilayah inti pusat yang meliputi Distrik 9, 10, dan 11 serta pusat bisnis dan kawasan Sentosa, naik 1,8 persen.
Para analis sendiri telah memprediksi kinerja negatif sektor properti di negeri semenanjung ini. Pasalnya, pasar properti Singapura telah mendapatkan manfaat dari kenaikan harga hunian dan kebijakan moneter yang longgar dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, tahun ini, merupakan tahun yang menantang pelaku industri properti.
Pengembang harus mengatasi potensi tingkat penjualan yang lebih lambat. Margin menjadi terbatas dan kenaikan harga juga tak bisa tinggi, seiring meningkatnya biaya konstruksi.
"Kami pikir angka moderat kenaikan harga lima persen sampai 10 persen. Saya tidak mengharapkan margin meningkat secara substansial karena sampai batas tertentu, biaya konstruksi telah naik. Saya akan mengatakan kita tidak bisa berharap margin sebesar 30 sampai 40 persen, 20 persen justru akan cukup baik," ujar Analis Voyage Research, Liu Jinshu.
Meski tantangan berat terjadi pada semester pertama, kondisi sebaliknya justru terjadi pada semester II 2014. Saat itu, akan terjadi koreksi harga saham, bisnis yang lebih beragam, arus kas berulang yang kuat dan daya tarik valuasi menjadi lebih tangguh.