Sebaliknya, Jakarta justru menikmati berbagai keuntungan, melalui pajak dari perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan pabrik dan industrinya di Bekasi.
Pengamat perkotaan dan akademisi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan hal tersebut kepada Kompas.com, Sabtu (22/2/2014).
Menurut Yayat, setoran pajak perusahaan-perusahaan yang memiliki pabrik, khususnya di Kabupaten Bekasi tidak masuk ke pundi-pundi pemerintah setempat. Pasalnya, kantor pusat perusahaan tersebut berada di Jakarta.
"Bekasi hanya dapat limbah, sampah, dan sejuta masalah. Bekasi justru tertimpa beban dari Jakarta," ujarnya.
Beban yang dimaksud adalah kepadatan dan kemacetan dari para penglaju, serta bencana banjir. Semua ini harus diderita Bekasi lantaran Jakarta membutuhkan tempat tinggal bagi para pekerjanya yang tidak tinggal di kota tersebut. Sementara, Bekasi berada paling dekat dengan Jakarta ketimbang kawasan satelit lainnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Bekasi, H. Muhyiddin mewakili Pemerintah Kabupaten Bekasi juga sempat mengutarakan keberatannya mengenai hal ini. Mengutip Urbancikarang, Muhyiddin mengatakan bahwa setoran pajak Kabupaten Bekasi setiap tahun ke pemerintah pusat mencapai Rp 60 triliun sampai dengan Rp 70 triliun. Sementara APBD yang diterima Kabupaten Bekasi hanya Rp 4 triliun.
Padahal, Bekasi juga butuh biaya membangun daerahnya. Ada sederetan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Bekasi terlebih dahulu. Contohnya, perbaikan sistem transportasi. Perbaikan ini pun terkendala masalah utama, misalnya keadaan kereta menuju Bekasi yang kini masih tergantung pada jalur regional, serta sulitnya posisi Stasiun Bekasi.
"Letak Stasiun Bekasi tidak berada pada jalur utama. Penataan stasiun Bekasi harusnya terintegrasi dengan angkutan umumnya," ujar Yayat. Yayat juga mengungkapkan harapannya, jika nanti double track dibangun, semoga ada peningkatan jumlah perjalanan.