Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kemanggisan Residence, Potret Lemahnya Posisi Tawar Konsumen

Kompas.com - 19/02/2014, 18:29 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lagi, wajah sektor properti Indonesia tercoreng. Setelah sengketa konsumen versus PT Bukit Sentul Tbk mencuat pada 2001 lalu, kini kasus serupa terjadi antara konsumen apartemen Kemanggisan Residence berhadapan dengan PT Mitra Safir Sejahtera (MSS).

Kasus tersebut menambah panjang daftar sengketa properti yang melibatkan konsumen dan pengembang. Data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menunjukkan, sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus.

Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Mengapa kasus hukum di sektor properti tersebut terus berulang dan memperlihatkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun?

Ketua YLKI, Sudaryatmo, mengatakan bahwa terjadinya sengketa properti dan terus berlanjut setiap tahun merupakan potret lemahnya posisi tawar konsumen. "Hak konsumen sudah dikebiri bahkan ketika baru menunjukkan minat membeli properti. Mereka sudah harus diwajibkan membayar uang tanda jadi. Bila pembelian dianulir makan tanda jadi tersebut, hangus," ujar Sudaryatmo kepada Kompas.com, Rabu (19/2/2014).

Dalam kasus Kemanggisan Residence, Sudaryatmo menegaskan, seharusnya tidak perlu terjadi, apabila konsumen bersama pengembang dan kurator yang ditunjuk, menempuh jalan perdamaian.

"Jalan damai pasca pailit jauh lebih bagus ketimbang menempuh jalur litigasi untuk kemudian konsumen merugi. Nah, kurator yang memproses kepailitan MSS sebagai pengembang Kemanggisan Residence, seharusnya mengusahakan perdamaian," tandasnya.

Hanya, imbuh Sudaryatmo, akan menjadi masalah besar bila putusan pailit merupakan rekayasa pengembang supaya bisa lari dari tanggung jawab menyelesaikan pembangunan apartemen tersebut.

Sebelumnya, puluhan orang dari Paguyuban Konsumen Rumah Susun Kemanggisan Residence melakukan aksi unjuk rasa di depan rumah susun sederhana milik (rusunami) tersebut, Rabu (19/2/2014). Calon penghuni rusunami itu bersepakat menggandeng pengacara Yusril Ihza Mahendra untuk menuntaskan status usaha pailit terhadap MSS.

Pengurus Paguyuban Rusunami Kemanggisan Valentino mengatakan, MSS selaku pengembang lama rusun itu tidak membagi harta pailit secara adil. "Kita sebagai konsumen hanya mendapatkan 15 persen saja. Padahal, seluruh konsumen memberi kontribusi paling besar kepada pundi-pundi MSS, yaitu Rp 102 miliar," kata Valentino.

Sementara itu, Bank Mutiara sebagai kreditor yang memberikan kredit kontruksi hanya memberikan Rp 63,5 miliar kepada MSS dan perusahaan jasa konstruksi memberikan jasa senilai Rp 32 miliar. Namun, semua mitra itu dibayar secara penuh oleh MSS.

Valentino bersama ratusan calon penghuni lainnya merasa keberatan karena MSS pailit dan tidak membayarkan kembali unit rusun yang telah dibeli secara lunas. Saat dipasarkan sejak 2008 hingga 2010, unit rusun tipe 25 dijual dengan harga Rp 144 juta dan tipe 50 seharga Rp 288 juta. Belum final proses hukum terhadap MSS muncul pengembang baru bernama PT Berlian Makmur Properti. Pengembang baru itu menjual unit-unit yang telah dibeli para calon penghuni.

Untuk diketahui, pada tahun 2008, sebanyak 200 konsumen telah melunasi pembelian unit rusun. Sementara itu, sekitar 300 calon penghuni lainnya ada yang masih kredit pemilikan apartemen (KPA) dan ada yang baru membayar uang muka (down payment/DP).

Pembangunan rumah susun itu, kata Valentino, baru mencapai 65 persen dan sudah berhenti sejak awal 2010. Pada 28 Februari 2012, MSS dipailitkan oleh pengadilan karena tidak mampu menjamin keberlanjutan pembangunan dan mencari investor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com