Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengketa Properti Peringkat Tiga Tertinggi

Kompas.com - 30/01/2014, 14:47 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang 2013, sengketa properti yang tercatat dalam buku pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 121 kasus, atau sekitar 15,5 persen dari total 778 kasus. Jumlah tersebut menempatkan sengketa properti berada di peringkat ketiga tertinggi, setelah perbankan dan telekomunikasi.

Menurut Ketua YLKI, Sudaryatmo, jika dilihat dari karakteristik, terdapat dua jenis pengaduan yakni terkait landed housing (perumahan tapak), dan vertical housing (apartemen).

"Sengketa dipicu oleh masalah saat pra konstruksi, konstruksi, dan ketika properti tersebut dihuni. Nah, untuk tahun ini, masalah saat properti tersebut dihuni lebih banyak lagi ketimbang tahun sebelumnya, seiring dengan pesatnya pembangunan apartemen dan perumahan," jelas Sudaryatmo kepada Kompas.com, Kamis (30/1/2014).

Dari jumlah pengaduan, sengketa properti terus tumbuh setiap tahun sejak 2010. Pada tahun itu, terdapat 84 pengaduan. Sebagian besar kasus adalah mengenai wanprestasi serah terima kunci. Konsumen mengadukan pengembang atas keterlambatan maupun tidak direalisasikannya pembangunan rumah yang sudah dijanjikan.

Sementara pada 2011, masalah utama adalah sertifikat properti yang tak dapat dipenuhi pengembang. Ada 76 pengaduan. Konsumen merasa ditipu oleh pengembang yang menjanjikan penyerahan sertifikat begitu pembayaran rumah lunas. Namun, sertifikat yang dijanjikan tersebut tak kunjung diberikan.

Kendati masih berada di posisi kedua tertinggi, pada 2012, kasus properti telah bergeser dari pengaduan tentang tahapan konstruksi landed housing dan sertifikat, ke konflik antara penghuni dan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun (P3RS)). Kasus yang sering mengemuka dan kerap melibatkan penghuni dan pengelola hunian adalah tentang Hak Pakai atau pun Hak Guna Bangunan atas lahan bersama yang harus diperpanjang setiap waktu tertentu.

Sama halnya dengan tahun 2013, untuk apartemen, lanjut Sudaryatmo, sengketa terjadi antara penghuni dengan P3RS, atau antara penghuni dan Badan Pengelola yang ditunjuk pengembang, masalah sertifikat lahan, sertifikat Satuan Rumah Susun (SRS), dan service charge (biaya pengelolaan).

Begitu banyaknya masalah properti jenis apartemen, menurut Sudaryatmo, karena gaya hidup di apartemen relatif baru bagi masyarakat kita. Mereka tidak tahu bahwa tinggal di apartemen itu mahal. Ada iuran pengelolaan, dan iuran perawatan (sinking fund). Masalahnya, kerap terjadi  penentuan besaran iuran pengelolaan dan perawatan tidak melalui mekanisme transparan yang melibatkan penghuni atau pemilik apartemen.

Pergeseran materi pengaduan ini terjadi karena konsumen tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai apa dan bagaimana tinggal di apartemen. Sehingga ketika mereka menempati propertinya, beragam masalah bermunculan dan mereka tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Namun begitu, masalah bukan hanya ditimbulkan akibat minimnya pengetahuan konsumen. Pengembang pun ikut andil memicu terjadinya konflik tersebut.

Celakanya, orang-orang yang menjadi pengurus P3RS ini kebanyakan masih didominasi pengembang. Padahal menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011, masa transisi sebelum terbentuk Badan Pengelola atau P3RS adalah 6 bulan. Selama masa transisi, pengelolaan dan perawatan gedung memang masih menjadi kewajiban dan tanggung jawab pengembang.

Namun demikian, imbuh Sudaryatmo, bukan berarti Badan Pengelola atau P3RS yang terbentuk lepas dari intervensi pengembang. "Nyaris seluruh apartemen di Jadebotabek, pembentukan Badan Pengelola atau P3RS tidak melalui mekanisme tender. Pengembang masih "menanam" orangnya untuk menyuarakan kepentingan mereka," tandas Sudaryatmo.

Sedangkan sengketa perumahan, lebih disebabkan pada keterlambatan serah terima, tidak dibangunnya fasilitas umum dan sosial seperti yang dijanjikan, dan sertifikat yang tidak  diserahkan padahal cicilan KPR sudah lunas.

Baca juga:

Siapkan Dana Ekstra untuk Tinggal di Apartemen
Bonafid Saja Tidak Cukup, Rekam Jejak Lebih Penting
Jangan Lengah... Bertransaksi Apartemen Ada Aturannya
Posisi Apartemen Menentukan "Nasib" Anda

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau