Hal tersebut diutarakan Marco Iswara, Direktur Utama Karya Cipta Sukses Selaras Group, kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Menurutnya, pengembang harus berani mengambil dan menghitung risiko yang dihadapi pada tahun ini. Jadi, tak perlu alasan (excuse) lagi untuk menunda pembangunan proyek yang sudah dirilis kepada publik pada 2013 lalu.
"Inilah saatnya membuktikan bahwa janji yang diberikan kepada konsumen bukan isapan jempol. Mereka telah memercayakan uangnya (investasi) kepada kami dengan membeli produk-produk kami. Jadi, sudah seharusnya kami menjawab kepercayaan itu dengan pembangunan sesuai jadwal," papar Marco.
Sebetulnya, menunda pembangunan proyek yang sudah digembar-gemborkan sebelumnya justru berpotensi menuai kerugian dalam jumlah besar. Menurut Marco, tidak saja materi, hal ini juga merugikan secara non-materi.
"Kerugian materi adalah dari segi investasi awal yang sudah kita tanamkan. Investasi awal berupa dana yang dikeluarkan untuk akuisisi lahan (bila tidak memiliki land bank), ada biaya perizinan, biaya promosi, dan biaya lain-lain sehingga overhead cost tersebut menjadi pijakan untuk meneruskan pembangunan," urai Marco.
Guna mengembangkan Satu8 Residence yang berisi 165 unit apartemen, Karya Cipta Sukses Selaras harus menggelontorkan dana investasi senilai Rp 300 miliar. Porsi sebesar 30 persen di antaranya disiapkan perusahaan, sementara sisanya ditanggung Bank Tabungan Negara (BTN).
"Ini juga harus menjadi pertimbangan untuk melanjutkan pembangunan proyek yang sudah berjalan. Jangan sampai kadar kepercayaan pasar tergerus akibat menunda pembangunan proyek," tandas Marco.
Adapun kerugian non-materi berupa citra negatif yang melekat erat pada perusahaan ataupun kelompok profesional yang menjalankan perusahaan tersebut. Citra memiliki korelasi yang erat dengan kredibilitas dan kompetensi. Kredibilitas dan kompetensi hanya bisa diwujudkan bila pengembang betul-betul menunaikan janjinya.
Hal senada dikemukakan Direktur Utama PT Selaras Mitra Sejati Alwi Baghir Mulachela, yang mengatakan bahwa perjanjian dengan konsumen adalah cermin yang harus selalu menjadi acuan bagi pengembang untuk melaksanakan bisnis ke depan.
"Jika konsumen sudah membeli produk kita, mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus membangunnya. Membantu impian mereka memiliki hunian terwujud. Sebab, saat ini, pembeli produk kami adalah kalangan menengah dengan profil end user. Kuncinya adalah kepercayaan pasar," imbuh Alwi.
PT Selaras Mitra Sukses merogoh kocek senilai Rp 600 miliar untuk memulai konstruksi fondasi, basement, dan struktur hingga tuntas untuk proyek Pakubuwono Terrace, Jakarta, dan Grand Cut Meutia, Bekasi.
Setelah pemilu, pasar pulih
Setelah pemilu selesai, mereka meyakini, pasar akan kembali pulih, bahkan mengalami rebound. Pembeli yang sebelumnya melakukan aksi wait and see justru memilih bertransaksi.
"Enam bulan pertama tahun ini, pasar dan aktivitas transaksi memang melambat. Setelah pemilu, akan ada percepatan lagi. Inilah waktunya untuk konsolidasi bagi pengembang untuk memanfaatkan lahan yang ada," urai Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan Property Market Outlook, dua pekan lalu.
Ferry menambahkan, kontraksi permintaan hanya sampai kuartal pembuka 2014 yang disertai koreksi harga. Namun, setelah itu, pasar aktif kembali. Pasalnya, mereka yang mencari properti karena kebutuhan terkait ekspansi bisnis sebelum April akan tetap melakukan eksekusi transaksi, apa pun hasil pemilu nanti.
"Artinya, kepercayaan pasar tetap ada. Apa pun yang terjadi di Indonesia, pebisnis dan perusahaan akan tetap berbisnis," ujar Ferry.