Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas! Ruang Gerak Spekulan Properti Akan Dibatasi...

Kompas.com - 25/11/2013, 19:31 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lampu kuning buat spekulan! Pasalnya, Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz seusai pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) XIV Real Estat Indonesia (REI), di Jakarta, Senin (25/11/2013), menyatakan, pihaknya sudah menyiapkan skema mempersempit sepak terjang spekulan meraih keuntungan investasi (capital gain).

Mereka yang dibidik adalah spekulan yang menjadikan properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai instrumen spekulasi. Dengan kata lain, Kemenpera siap membuat jera para spekulan.

 
"Untuk mengurangi capital gain, kami akan membuat Peraturan Menteri (Permen) lebih ketat. Seperti Permen rumah susun. Dalam aturan baru nantinya unit-unit rumah susun (rusun) tidak boleh ditransaksikan. Unit rusun itu harus dihuni oleh pengguna akhir untuk jangka waktu tertentu (20 tahun). Begitu juga untuk rumah tapak. Kalau sampai terjadi jual beli, hak kepemilikan rumahnya dibatalkan. Uangnya kami kembalikan," ujar Djan. 
 
Menurut Djan, pihak yang menyalahgunakan properti bersubsidi khusus bagi MBR akan diminta mengembalikan propertinya, dan dikembalikan uangnya.

"Uangnya dikembalikan, melalui Badan Layanan Umum (BLU). Jadi cicilan distop, uang dikembalikan. Uang pokok, tidak termasuk bunga. Itu akan mengurangi capital gain, sehingga rusun tidak mudah dipindahtangankan," tandasnya.

 
Mempersempit ruang gerak spekulan, merupakan salah satu cara mengatasi karut marut sektor properti di negeri ini. Sebelumnya, Wakil Presiden, Boediono, dalam pidato pembukaan Munas REI, menyatkan keprihatinannya bahwa sektor properti masih menjadi ajang investasi para spekulan.

"Di sisi lain backlog terus bertambah. Untuk itu, pembangunan dan penyediaan rumah MBR harus tepat sasaran. Pemerintah harus fokus kepada kepentingan MBR," ujar Boediono.

Untuk itu, lanjutnya, perlu penjabaran yang lebih rinci mengenai kebutuhan masyarakat dalam backlog tersebut. Selain itu, konsep kebutuhan papan yang layak pun harus diproduksi  pemerintah. Kebutuhan ini, menurut Wapres, harus dijelaskan dengan rinci.

"Tidak bisa kita terus membangun unit bangunan standar tanpa melihat kebutuhan. Harus ada integrated policy. Kebijakan mengendalikan permintaan hunian yang tujuannnya bukan untuk dihuni tapi untuk investasi. Deposito hanya enam-tujuh persen, sementara properti bisa lebih dari itu. Jadi, menggoda investor mendapatkan capital gain. Kalau kita peduli, jangan sampai kita bangun rumah sebagai obyek investasi," ujarnya.

 
Lebih jauh, Boediono memaparkan, kebutuhan hunian tiap tahun bertambah. Terutama hunian untuk MBR. Sementara hunian untuk kalangan di luar MBR juga tak kalah besar. Nah, pemerintah jangan sampai keliru menghitung kebutuhan atau permintaan yang termasuk dalam elemen investasi. Ini yang harus dikendalikan.
Sementara itu, dari pihak pengembang, Setyo Maharso yang hingga hari ini masih menjabat sebagai Ketua Umum DPP REI menyatakan dukungannya dalam pembentukan regulasi menekan capital gain tersebut.

"Kami mendukung. Karena dalam undang-undang disebutkan bahwa semua pemilik itu tidak boleh memindahtangankan, di rumah tapak juga demikian. Saya setuju asal itu sesuai dengan koridor undang-undang karena payung hukumnya sudah ada. Yang penting jangan sampai undang-undang itu mengebiri hak konsumen," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau