Sementara kelas atas (hi end) atau bahkan segmen pasar superkaya (high net worth individuals) hanya bisa dirasakan kontribusinya, bila mereka membenamkan investasinya dalam skala besar. Misalnya dengan membuka pengembangan di kawasan-kawasan baru, atau membangun properti yang berdampak pada lingkungan sekitar.
Demikian rangkuman pendapat beberapa analis sektor properti yang disampaikan kepada Kompas.com pekan lalu.
Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, kontribusi kelas menengah sangat signifikan dan perannya menentukan arah pergerakan sektor properti. Keberadaan mereka meluas, tak hanya terkonsentrasi di Jadebotabek atau pun Pulau Jawa. Melainkan juga di beberapa kota besar dan lapis kedua seluruh Indonesia.
"Itulah mengapa, beberapa tahun terakhir pengembang mulai merambah pasar daerah. Sehingga pembangunan properti marak juga di kota Medan, Pekanbaru, Palembang, Balikpapan, Makassar, dan Manado serta lainnya. Pertambahan jumlah kelas menengah merupakan stimulan tumbuhnya perumahan, apartemen, pusat belanja, dan hotel di kota-kota tersebut," urai Hendra.
Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, menambahkan, bahwa permintaan properti yang berasal dari kelas menengah memicu peningkatan pasok hampir semua jenis properti. Mulai dari perumahan, apartemen, kondominium, hotel dan juga secara tidak langsung perkantoran.
"Banyak perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis dengan membuka ruang kantor baru karena kinerja mereka bagus. Terutama sektor otomotif, consummer goods, telekomunikasi dan perbankan," ujar Ferry.
Meski laju akselerasi properti di sisa waktu 2013 dan 2014 sudah mulai melambat, namun Ferry optimis pertumbuhan akan kembali melaju cepat pada 2015 mendatang. Untuk perumahan, disparitas antara kebutuhan dan pasok, masih terlalu jauh sehingga sektor ini masih akan terus bergulir. Saat ini saja, dari total 10.526 unit rumah, tingkat penjualannya mencapai 93,2 persen.
Pemberlakuan loan to value (LTV) untuk rumah pertama pada 2012 lalu, menurut Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief N Rahardjo, hanya berdampak temporer. Konsumen tetap membutuhkan hunian, dan pengembang pun jeli memanfaatkan ini dengan memberikan kemudahan pembiayaan.
Menurut perkiraan Boston Consulting Group dalam laporannya Maret 2013, jumlah kelas menengah Indonesia akan meningkat menjadi 184,5 juta pada 2020 mendatang dari sebelumnya hanya 115,8 juta jiwa. Dengan jumlah sebanyak itu, tidak ada alasan lagi bagi pelaku bisnis dan industri properti untuk tidak menganggapnya sebagai peluang menggiurkan.
Menariknya, peluang tersebut juga diendus pengembang Singapura, Keppel Land. Mereka bahkan sukses meraup penjualan sebanyak 99 persen per September lalu atas kondominium yang mereka kembangkan di kawasan Jakarta Utara. Jumlah ini menggenapkan catatan Cushman and Wakefield yang menyebutkan dari total pasok eksisting sebanyak 22.167 unit kondominium, telah terjual 21.059 unit.
Konsumen Indonesia membeli sebanyak 442 rumah pribadi selama periode Januari-Agustus 2013 atau separuh lebih banyak dari pembelian 2012 dan sepertiga pada 2011.