Ketua DPD REI Khusus Batam, Djaja Roeslim, mengutarakan hal tersebut kepada Kompas.com, Rabu (4/9/2013).
"Untuk saat ini, sektor properti Batam ditopang oleh permintaan dari pasar lokal yang memang tengah melesat. Pertumbuhannya mencapai 20 persen lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, akan lebih bertumbuh lagi, bila regulasi tentang kepemilikan asing segera diterapkan. Kemajuan akan lebih melesat lagi," papar Djaja.
Kemajuan Batam rupanya tercium oleh para pengembang papan atas Nasional. Ciputra Group, Agung Podomoro Group dan Sinarmas Land Group baru-baru ini menjadikan wilayah seluas 1.040 kilometer persegi tersebut sebagai profit center baru.
Mudah dimafhumi jika ketiga raksasa properti tersebut berlomba menggarap Batam. Kota terbesar di Kepulauan Riau ini memiliki berbagai keunggulan komparatif, seperti letaknya yang strategis, dekat dengan Singapura, status sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2007, serta potensi pasar yang sangat besar.
Kepemilikan asing, lanjut Djaja, mendesak diberlakukan untuk memangkas praktek-praktek pembelian properti di bawah tangan. Jika aturan tersebut diterapkan, Batam mungkin dapat medekatkan jurang ketertinggalannya dari Singapura sebagai wilayah terdekatnya.
"Saat ini, terdapat sekitar 5.000 ekspatriat yang tinggal dan bekerja di Batam. Mereka berasal dari Singapura, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat dan lain-lain. Selama ini mereka hanya menempati hunian yang disewakan perusahaannya. Kalau kepemilikan asing dilegalkan, berarti akan terdapat sejumlah itu kebutuhan hunian baru. Ini artinya peluang bagi pengembang," jelas Djaja.
Selain regulasi kepemilikan asing, lanjut Djaja, Batam masih terkendala masalah birokrasi yang berbelit dan tumpang tindih antar pemegang otoritas, yakni Badang Penguasaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BPK) Batam dan Pemerintah Kota Batam. Terutama perizinan dalam hal pengurusan lahan, dan izin mendirikan bangunan (IMB). Untuk melalui seluruh proses perizinan tersebut, pelaku bisnis properti harus mengalokasikan dana sebesar 15 sampai 20 persen dari total ongkos proyek.
"Kami berharap, pemegang otoritas atas pengelolaan wilayah ini memberlakukan insentif khusus kepada para investor dan pelaku bisnis properti," tandas Djaja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.