Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Potret Buram Silicon Valley

Kompas.com - 02/09/2013, 12:13 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

businessinsider.com The Jungle
businessinsider.com
businessinsider.com Di saat jumlah tunawisma AS mengalami penurunan populasi selama delapan tahun terakhir sebanyak 130.000 orang atau 17 persen, jumlah tunawisma di Silicon Valley justru melesat 8 persen.
businessinsider.com Melonjaknya harga hunian dan terbatasnya lapangan pekerjaan memicu pertumbuhan populasi tunawisma.
SILICON VALLEY, KOMPAS.com — Siapa nyana, kawasan industri teknologi terintegrasi paling populer di dunia, Silicon Valley, yang berada di wilayah selatan San Francisco Bay Area, California, Amerika Serikat, menyimpan masalah serius?

Masalah tersebut adalah perkampungan tunawisma berjuluk "The Jungle". Menurut laporan berseri BusinessInsider pada akhir Agustus lalu, "The Jungle" merupakan basis para tunawisma terbesar dari sekian perkampungan sejenis di kawasan seluas 26,3 hektar. Saking luas dan banyaknya tunawisma yang menduduki wilayah ini, tempat tersebut bahkan menjadi yang terbesar di daratan Negeri Paman Sam ini.

"Perkampungan Tunawisma" tersebut berbatasan dengan Coyote Creek, San Jose, dan menjadi rumah bagi 175 orang pada saat bersamaan. Mulai dari mantan narapidana, anak-anak, orang tua yang sakit mental, dan mereka yang putus asa karena tidak dapat mengakses pilihan hidup apa pun, semua berbaur di sini.

Mereka tergusur kemajuan kota dan tidak dapat bertahan dari ketatnya persaingan hidup. Orang-orang ini pun kemudian merelokasi dirinya ke Silicon Valley dengan sejumlah harapan, hidup akan menjadi lebih baik.

Ironis, di tengah pamor Silicon Valley sebagai sentra perusahaan-perusahaan mentereng (semacam Oracle, Facebook, dan Google) serta karyawan dan inovator bergaji tinggi, masih terdapat "The Jungle". Lebih mengenaskan lagi, di saat jumlah tunawisma AS mengalami penurunan populasi selama delapan tahun terakhir sebanyak 130.000 orang atau 17 persen, jumlah tunawisma di Silicon Valley justru melesat 8 persen.

Melonjaknya harga hunian dan kurang memadainya lapangan pekerjaan dituding sebagai penyebab masalah serius ini. Tak sebatas nirhunian, sebanyak 40 persen dari tunawisma tersebut, menurut National Alliance on Mental Illness, menderita penyakit mental akibat penyalahgunaan obat terlarang.

Fenomena ini dianggap sebagai badai yang sempurna bagi tunawisma. Pemotongan anggaran kesehatan sebesar 21 persen pada 2009-2012 memperburuk keadaan. Sementara alokasi perumahan berkurang, lapangan pekerjaan pun tidak memadai. Akibatnya, terciptalah kesenjangan yang kian lebar antara si kaya dan si miskin.

BusinessInsider juga melaporkan banyak penduduk Silicon Valley yang berhasrat menjual rumahnya dengan harga lebih dari 1 juta dollar AS (Rp 10,8 miliar). Mereka memilih menyewa rumah lebih kecil, hanya berisi 2 kamar tidur, dengan harga sekitar 1.800 dollar AS (Rp 19,6 juta) hingga 4.800 dollar AS (Rp 52,2 juta).

Namun, apa mau dikata, tak semua orang beruntung mendapatkannya. Pasalnya, di satu sisi, pasok hunian seperti ini sangat jarang. Di sisi lain, ada lebih dari 600 peminat. Hal ini memicu meroketnya harga sewa ke angka tertinggi sejak 2009.

Fenomena tersebut sebetulnya tidak terlalu mengejutkan. Di tengah-tengah orang kaya yang mengoleksi properti dengan harga tinggi, ada masalah serius dengan tunawisma. Ketika mereka menikmati kekayaannya, di seberang rumah, tengah tidur 7.600 orang beratapkan langit dan bintang.

Masalah tunawisma memang berbeda di setiap kota, tetapi akan menjadi isu yang terus bergulir. Palo Alto, kawasan bisnis khusus di Silicon Valley, hanya meloloskan undang-undang yang melarang orang tidur di mobil mereka. Kota ini juga hanya mengenakan pembatasan tidur di tengah kota dan menggunakan toilet publik.

Di San Jose, ratusan polisi telah berhenti bekerja untuk mendapat bayaran lebih tinggi. Kurangnya kehadiran polisi dikombinasikan dengan lahan terbuka di sepanjang sungai dan jalan telah membuat San Jose menjadi tujuan akhir banyak tunawisma Silicon Valley.



Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau