Lagipula, PD Pasar Jaya belum memiliki konsep pengembangan dan pengelolaan yang akan diterapkan di Blok G tersebut. Menurut Kepala PD Pasar Jaya Area Pusat 1 Blok G, Warimin, untuk sementara, mereka akan mengadopsi bentuk pengelolaan di pasar-pasar lainnya di bawah naungan PD Pasar Jaya.
Menurutnya, yang penting tujuan utama membersihkan PKL dari Jl Kebon Jati dan merelokasinya ke Blok G sudah terwujud.
"Kami belum memikirkan konsepnya. Demikian pula dengan harga sewa, belum diputuskan berapa besarannya. Saya hanya bisa mengatakan Blok G tidak melibatkan swasta. Jadi kalau ada kios-kios yang dianggap belum layak, ya kami akan membuatnya layak," imbuh Warimin yang menolak menyebutkan dana yang dibutuhkan untuk memperbaiki dan mengelola sebanyak 1.060 kios di Blok G.
Mereka, lanjut Warimin, tetap melakukan zonasi pasar untuk para pedagang sesuai dengan komoditi yang ditawarkan. Nantinya, lantai dasar diisi oleh pedagang yang menjajakan daging, ayam potong dan ikan. Lantai satu diisi oleh pedagang makanan, minuman, sayur mayur dan buah-buahan, lantai selanjutnya merupakan komoditas kering seperti pakaian dan lain-lain.
Meski satu persatu masalah telah diurai, namun masalah krusial belum usai. Dari kacamata perencanaan kota dan arsitektural, bangunan komersial seperti Pasar Tanah Abang harus merefleksikan dinamika masyarakatnya. Demikian dikatakan Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Munichy B Edrees kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2013).
Ia menekankan harus ada faktor yang menjadi magnet bagi konsumen agar rela berbelanja di satu pusat perbelanjaan, dalam hal ini Blok G Pasar Tanah Abang. Siapa pun yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar seharusnya mempertimbangkan faktor fisik dan non fisik pasar untuk menarik konsumen.
"Pemerintah Kota harus cerdas. Digratiskan juga tidak ada artinya jika tidak ada pengunjung. Bangunan komersial tidak perlu ornamentasi penghias, yang penting komoditi yang diperdagangkan. Kenapa masyarakat senang belanja di sana? Apakah karena harganya murah? Harga murah karena sewanya juga murah. Bisa juga diberikan doorprize, (undian) kartu parkir dan lain-lain yang merupakan hal-hal non fisik," papar Munichy.
Selain hal-hal non fisik, faktor fisik tak kalah penting diprioritaskan. Munichy menjelaskan, bahwa dalam membangun, atau membenahi sebuah gedung, ada tujuh langkah yang harus diikuti.
"Yang pertama fungsi, yang kedua estetika, yang ketiga teknik, termasuk konstruksi dan struktur, yang keempat safety. Bangunan harus bisa menyelamatkan penghuninya ketika terjadi sesuatu (bencana). Yang kelima comfort, yang keenam, konteks. Keberadaan bangunan tersebut konstekstual atau tidak. Yang ketujuh efisiensi," tandasnya seraya menambahkan, akhirnya kembali lagi, efisiensi akan berimbas pada harga yang bersaing.