Jalur "melayang" ini berada di taman Kadriorg, Tallinn, Estonia. Konstruksinya tidak permanen. Tetsuo Kondo hanya memasang sejak Mei 2011 hingga Oktober 2011. Meski bersifat temporer, namun ia berhasil mengenalkan konstruksi "melayang"-nya pada dunia dan untuk sementara, mengajak manusia sudi berdekatan dengan alam.
Jalur "melayang" ini hanya memiliki panjang 95 meter. Terbuat dari pipa dan lembaran baja berukuran 139 milimeter dengan ketebalan hanya 5 milimeter. Material ini "bersandar" pada pohon-pohon berusia ratusan tahun tanpa satu pun kolom yang menyangganya. Bayangkan, betapa serunya berjalan tanpa menjejakkan kaki di tanah dalam hutan ini. Pengalaman yang mengasyikkan, tentu saja.
Dalam situs resmi Tetsuokondo.jp, Tetsuo Kondo mengatakan di dalam pepohonan elegan di Kadriorg, mereka menambahkan sebuah jalur. Jalur tersebut berada dan mengitari pepohonan yang berumur lebih dari 300 tahun.
Penampilan pohon-pohon tersebut sedikit berubah ketika kita berjalan melalui jalur setapak ini. Kita tidak perlu lagi melihat ke atas dari permukaan tanah, tetapi kita bisa lebih dekat pada dedaunan dan menyisipkan diri di antara cabang. Ini adalah bagian dari arsitektur yang hadir bagi pepohonan, sama seperti hutan hadir bagi arsitektur. Tetsuo tidak dapat mengubah bentuk hutan, tetapi ia berpikir beberapa elemen di dalam hutan dapat menjadi satu entitas dalam kondisi ini.
"Saya harap kita semua dapat 'mengalami' sebuah hutan, arsitektur, dan sebuah lingkungan yang belum kita kenal sebelumnya," ujar Tetsuo.
Tetsuno Kondo, pria kelahiran 1975 ini, tidak bekerja sendirian. Menurut publikasi Landezine, tidak lama setelah karyanya dibangun, ia juga bekerja dengan insinyur struktural Mutsurp Sasaki dan Yoshiyuki Hiraiwa dari SAPS (Sasaki dan Partner).
Setahun sebelum membuat "A Path in the Forest", Tetsuo sempat membuat karya hampir serupa dalam Venice Architecture Biennale. Karya tersebut ia namakan "Cloudscapes". Tidak hanya jalan setapak berbentuk spiral, Tetsuo juga merancang adanya tiga suhu udara di ruangan tempat jalan setapak tersebut. Fungsinya agar orang yang melintasinya merasa seolah tengah berada di awan.
Karya Tetsuo bukan hanya arsitektur temporer. Ia juga membuat hunian seperti "House in Chayagasaka", rumah tamu di Kyoto, dan rumah mungil di Ehime.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.