Gedung jangkung milik Grahamas Adisentosa (anak usaha Danayasa Arthatama) ini dirancang oleh Smallwood, Reynolds, Stewart, Stewart and Associates Inc. (SRSSA). Mereka menggandeng mitra lokal Pandega Desain Weharima. Candi Borobudur merupakan inspirasi sekaligus semangat yang diinterpretasikan ke dalam desainnya.
Sebuah maha karya, bagaimana pun bentuknya memang selalu mengundang perhatian. Lebih lagi bangunan spektakuler dengan bujet yang juga fantastis macam Signature Tower ini. Jika kemudian muncul pro dan kontra, itu wajar saja.
Dari sudut pandang arsitektur, untuk bangunan setinggi itu, hasil rancangan SRSSA dan PDW sekarang dianggap berbagai kalangan terlalu biasa.
"Tidak banyak arsitek yang mengusulkan fasad sesuai dengan lokasi. Kalau pun ada "kandungan lokal", hasilnya kurang bagus karena sekadar tempelan atau sama sekali tidak ada relasi dengan lokasi. Abai terhadap local vernacular dan diferensiasi," ujar Aditya W Fitrianto, arsitek Jakarta.
Managing Director Pandega Desain Weharima, Toyok Prasetyoadi membantah fasad dan crown menyerupai candi Borobudur sekadar tempelan. Itu merupakan unsur utama yang mengikat unsur-unsur lainnya seperti teknologi, modernitas, dan manusia.
"Jadi, tampilan visual, tidak sebatas merepresentasikan kemajuan teknologi, juga simbol budaya dan humanity," ujarTiyok.
Executive Director CTBUH Antony Wood mengatakan perobek langit yang ditujukan sebagai tengara kota haruslah mampu membawa sebuah defisinis baru. Tidak hanya berbeda dalam ketinggian atau ekstrusi vertikal dari denah yang efisien. Melainkan juga memiliki variasi tekstur dan skala dalam sebuah rancangan yang harmonis.
"Ada fungsi baru yang akan diperkenalkan, bersifat komunal, dan terbuka sebagai ruang rekreasi baru bagi publik. Namun, yang terpenting adalah bahwa sebuah pencakar langit, mampu menciptakan relasi sosial antara manusia, gedung dan lingkungan sekitar," imbuh Antony kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (5/7/2013).
Sebenarnya, menurut Head of Research and Advisory Cushman and Wakefield Arief Rahardjo, tinggi dan rendahnya sebuah bangunan dampak signifikannya hanya terjadi pada desain arsitektural dan struktur yang memengaruhi efisiensi floor plan-nya.
"Dan yang terpenting apakah ruang yang akan disewakan di dalamnya akan terserap pasar pada saat bangunan itu jadi," ujar Arief kepada Kompas.com.
Namun begitu, lanjut Arief, kembali kepada obyektivitas dari pengembangannya. Seharusnya pengembang itu sudah memperhitungkan profitabilitasnya. Karena makin tinggi bangunan, akan makin mahal ongkos konstruksinya. Sementara itu, harga jual akan dikendalikan pasar alias bergantung pada kondisi permintaan dan pasokan.
Apa pun itu, Signature Tower tetaplah sebuah proyek dengan magnitude yang tinggi. Betapa tidak, selain ketinggiannya, hotel dalam gedung ini juga menjadi pusat perhatian. Karena akan dikelola oleh MGM Hospitality. Kerjasama ini telah ditandatangani pada 21 Mei 2012 antara PT Danayasa Arthatama Tbk, anak perusahaan Artha Graha Network dengan MGM Hospitality, Las Vegas.
Satu pertanyaan besar tersisa dari gegap gempita publikasi Signature Tower ini, akankah terbangun? Mengingat kepastian realisasi konstruksi selalu mengalami perubahan jadwal. Dimulai dari rencana konstruksi Juli 2012, kemudian mundur menjadi akhir tahun 2012, dan molor lagi Maret 2013.
Menurut Tiyok, Signature Tower akan dimulai konstruksinya pada Agustus 2014. Saat ini masih dalam proses perijinan block plan yang memakan waktu sekitar 2 hingga 3 bulan. Setelah itu, sidang arsitektur di Tim Penasihat Arsitektur Kota (TPAK) selama 3 bulan, dilanjutkan pematangan desain. Tiyok menargetkan konstruksi rampung 2017 atau paling lambat awal 2018.
Di luar perijinan dan desain yang belum sepenuhnya rampung, masalah lain yang tak kalah kompleks adalah pendanaan. Danayasa Arthatama, seperti dikutip Jakarta Post, sedang mencari pinjaman ke berbagai bank dengan sistem sindikasi untuk mendukung pengembangan Signature Tower.
Pinjaman tersebut akan memenuhi komposisi pendanaan bersama kas internal perusahaan dengan opsi 60-40 persen atau 70 hingga 30 persen.
Wajar bila perusahaan ini mencari pinjaman. Pasalnya, estimasi biaya untuk membangun Signature Tower sebesar 2 miliar dollar atau ekuivalen dengan Rp 19,8 triliun!