Menurut Pengamat Transportasi Universitas Indonesia, Ellen S.W. Tangkudung, masalah kemacetan sejatinya dapat diatasi jika Pemrov DKI Jakarta serius menanganinya. Warga harus diberi stimulus agar mau diajak untuk menggunakan sarana transportasi umum.
"Stimulus tersebut berupa kemudahan dan berbagai insentif berupa tempat berjalan kaki yang teduh dan lapang bebas kaki lima, fasilitas halte yang nyaman, air bersih di setiap halte atau jalur pedestrian, dan terjaminnya rasa keamanan," ujar Ellen selepas acara Tur Peta Hijau dan Diskusi yang diadakan oleh Komunitas Peta Hijau, di Jakarta, Sabtu (15/6/2013).
Upaya membujuk masyarakat agar mau menggunakan transportasi umum harus dilakukan secepatnya. Pasalnya, tanpa upaya yang sigap, mereka tentu lebih memilih moda transportasi lain yang lebih nyaman, dan aman.
Hal senada dikatakan pengamat perkotaan Yayat Supriyatna. Menurutnya, kemacetan merupakan masalah utama Jakarta yang harus segera diselesaikan secara komprehensif. Tidak bisa dengan kebijakan tambal sulam hanya membangun satu titik, namun harus dalam sistem transportasi yang terintegrasi. Baik penyediaan jalurnya maupun pengadaan modanya dengan kapasitas yang besar.
Jika moda transportasi ini terbangun, maka ia akan dapat mereduksi kemacetan. Betapa tidak, Jakarta dipenuhi oleh setidaknya 500.000 penglaju yang menggantungkan kegiatan mobilisasinya setiap hari pada kereta listrik. Sementara 300.000 hingga 400.000 penumpang menggunakan Transjakarta.
"Jumlah tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan penduduk Jakarta dengan densitas 9,8 juta jiwa," imbuh Ellen.
Tahun 1960-an, Jakarta pernah memiliki berbagai moda transportasi. Jenis-jenis sarana transportasi yang jarang, atau bahkan sudah tidak lagi kita lihat beroperasi di jalan raya seperti trem, becak, dan bemo dulu memegang peranan penting dalam mobilisasi penduduk.
Saat ini, penduduk Jakarta ditawari moda transportasi Transjakarta dan Commuter Line (kereta listrik dalam kota). Sayangnya, berdasarkan pemantauan Kompas.com di lapangan kondisi kedua moda tersebut sangat memprihatinkan. Terutama Transjakarta. Kecuali rute Blok M-Harmoni yang kondisinya terjaga, untuk rute lainnya mengalami penurunan kualitas. Sudahlah jumlah modanya terbatas, jadwal kedatangan pun seringkali terlambat. Contohnya Transjakarta arah Pusat Grosir Cililitan yang penuh sesak, baik di dalam bus maupun di titik-titik halte seperti Halte Slipi-Petamburan, Semanggi, Kuningan Barat, dan Kuningan Timur.
Kendati demikian, antusiasme masyarakat pengguna Transjakarta tidak surut. Mereka tetap setia menanti kedatangan Transjakarta walau dalam kondisi halte panas, panjangnya antrian, dan jadwal yang tidak tepat.