KOMPAS.com - Negara maju bukan berarti semua orang yang tinggal di negara itu adalah orang kaya. Buktinya, inilah potret kehidupan masyarakat miskin di Shanghai!
Tingginya sewa apartemen di Shanghai menyebabkan mereka, kaum miskin kota, harus memilih menyewa tanah dan tinggal di dalam kontainer-kontainer bekas. Padahal, Shanghai merupakan kota besar dibandingkan dengan Shandong, tempat saya tinggal sekarang. Alhasil, pastilah biaya hidup di sana lebih tinggi, apalagi mengenai sewa apartemen. Tidak rajin bekerja dan menabung, sudah pasti tidak punya apa-apa, apalagi bermimpi bisa punya rumah.
Apartemen yang saya sewa saja terlalu mahal untuk ukuran saya, apalagi untuk hidup di Shanghai. Beruntung sekali, biaya sewa apartemen saya di Shandong selama setahun dibayarkan oleh perusahan tempat suami bekerja. Kalau dirupiahkan, harga sewa itu mungkin bisa saya belikan sebuah rumah di Indonesia meskipun ukurannya sangat kecil.
Kembali ke soal kontainer, karena belum bisa membeli apartemen, para warga miskin kota tersebut mencari hunian sewaan untuk mereka tinggali bersama keluarganya. Karena mahalnya sewa rumah, pada akhirnya orang lebih memilih sewa tanah dan tinggal di kontainer.
Untuk hidup di kontainer-kontainer itu mereka bisa membayar 500 yuan (sekitar Rp 740 ribu per bulan). Mau tau mau hal itu dilakukan, yang penting bisa punya tempat berteduh dan menghangatkan tubuh di kala musim dingin. Ya, walaupun kegiatan masak-memasak terpaksa dilakukan di luar rumah!
Biasanya, bagi warga yang bekerja di sebuah perusahaan, mereka disediakan sebuah mes atau wisma. Di luar itu, mereka harus menyewa rumah sendiri. Memang, untuk mereka yang masih berstatus single banyak indekos yang disewakan. Khusus untuk yang sudah berkeluarga, tidak punya rumah urusannya akan sangat repot.
Satu kali saya pernah mendapatkan selebaran dari orang yang menawarkan apartemen. Tertulis dalam selebaran itu, untuk ukuran 7 m x 9 m per bulan harus dibayar 3000 yuan. Bagi karyawan biasa, pastilah tidak akan sanggup mengambil apartemen yang cicilan per bulannya sebesar itu. Maklum, gajinya tidak akan sampai karena masih harus membiayai kebutuhan lainnya.
Maka, tidak jangan heran kalau orang China sangat perhitungan masalah uang. Semua itu dilakukan demi masa depan mereka nanti. Pikir saya, masih lebih beruntung hidup di tanah air. Walau karyawan biasa, seorang warga kota masih bisa punya rumah meskipun harus dicicil alias berbunyi; kredit... kredit... kredit...
(Syasya, anggota Kompasiana tinggal di Shandong, China)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.