JAKARTA, KOMPAS.com - Ketika keterbatasan lahan menjadi satu masalah, kebutuhan peremajaan kawasan kumuh semakin dibutuhkan sehingga keberadaan rumah susun pun perlu kembali digalakkan. Di sisi lain, tak sedikit rusun yang sudah ada justeru tidak dirawat dengan baik.
Pada 2007 lalu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah mencanangkan pembangunan 1.000 tower rumah susun sederhana milik (rusunami). Namun, setelah tiga tahun berjalan, pembangunan rusunami di lapangan tersendat karena terbentur ketidaksiapan pemerintah daerah setempat, tidak selarasnya kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah yang membuat pengembang kebingungan, serta keterbatasan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Bahkan, belakangan program tersebut dinilai salah sasaran karena bergeser membidik pasar kalangan menengah yang sanggup membeli unit di patokan harga Rp 144 juta.
Berdasarkan data Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tentang kinerja pelaksanaan rusunami tercatat, pengajuan surat minat sebanyak 725 dari 1.000 tower. Dari pengajuan tersebut, baru 45 tower atau 15.903 unit telah terbangun. Adapun 38 tower lainnya atau 16.866 unit masih dalam tahap topping off, kemudian 36 tower atau 15.590 unit masih dalam tahap konstruksi, serta 348 dalam proses perizinan.
Terbengkalai
Tahun depan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana meremajakan empat dari delapan blok di Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Tambora, Jakarta Barat. Sejak dibangun pada 1984, kondisi rusunawa Tambora sudah tidak layak huni.
"Peremajaan rusunawa Tambora dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sehat layak huni bagi warga Jakarta. Proyek renovasi diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 180 miliar," kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta, Novizal kepada wartawan, Jumat (9/8/2012) lalu.
Ia mengatakan, sesuai amanat Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, luas rumah susun minimal seluas 36 meter persegi dan maksimal 45 meter persegi. Sementara tipe bangunan rusunawa Tambora seluas 18 meter persegi per unit.
"Tipe bangunan yang tersedia di empat blok rusunawa Tambora sudah tidak diperkenankan lagi sebagai tempat hunian sesuai aturan perundang -undangan," ujarnya.
Keempat blok, lanjut Novizal, yang akan diremajakan terdiri dari empat lantai dengan total sebanyak 489 unit. Ia mengungkapkan, pihaknya telah memiliki Detail Engenering Desain (DED) terdiri dari tiga blok dengan 12 lantai serta berkapasitas 510 unit. Setiap unit memiliki luas sebesar 30 meter persegi.
"Kami akan merevisi DED sehingga masing-masing unit memiliki luas 36 meter persegi dengan fasilitas dua kamar tidur, ruang keluarga dan tamu, dapur, kamar mandi, dan teras," ungkapnya.
Ia mengaku, para penghuni rusunawa Tambora menyetujui rencana peremajaan saat Dinas Perumahan dan Gedung DKI menggelar sosialisasi pada tahun 2008 silam.
"Kami akan menggelar sosialisasi lagi mengingat faktor banyak penghuni yang berganti," ungkapnya.
Belum prioritas
Novizal menjelaskan, tahap awal peremajaan empat blok yakni blok I A, blok I B, blok II C dan blok II D yang dilakukan secara bertahap. Sementara empat blok lainnya belum menjadi prioritas Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta.
"Peremajaan rusunawa mengacu kepada sejumlah kondisi misalnya saluran air di keliling bangunan sudah tidak berfungsi, struktur bangunan yang sudah rusak, dan dinding luar bangunan berlumut," katanya.