Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita, di Tengah Miskinnya Ruang Terbuka Hijau...

Kompas.com - 19/06/2012, 15:54 WIB

KOMPAS.com — Kian berkurangnya areal resapan air dan ruang terbuka hijau (RTH) di kota-kota besar, khususnya Jakarta, selalu mengakibatkan genangan air, bahkan banjir parah. Banjir selalu datang, meskipun curah hujan deras berdurasi tak terlalu lama.

Hujan deras yang mengguyur Jakarta beberapa waktu lalu, misalnya, mengakibatan ratusan rumah warga di dua rukun warga di Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, tergenang setinggi 60 cm. Air menggenangi permukiman setelah hujan deras mengguyur Ibu Kota selama lebih dari satu jam.

Perumahan di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, pun kembali terendam air setinggi satu meter. Air menggenang setelah hujan deras turun hanya sekitar satu jam.

Di Tangerang, hujan deras juga mengakibatkan sejumlah ruas jalan tergenang air. Di kawasan Cileduk, misalnya, ratusan sepeda motor mogok akibat terjebak banjir setinggi lutut orang dewasa.

Data LIPI menyebutkan, Jakarta berada pada posisi utara Pulau Jawa, terletak di dataran rendah di ketinggian 8 meter dari permukaan laut sehingga sering kali dilanda banjir. Penyebab banjir karena di selatan Jakarta terdapat daerah pegunungan (Bogor) dengan curah hujan relatif tinggi. Air akan mengalir dan mencari dataran rendah sehingga hampir semua air hujan dari selatan akan mengalir ke 13 sungai yang ada di Jakarta.

Ekologis yang sudah sangat parah juga terjadi di sekeliling Jakarta. Dampak negatif dari pesatnya pembangunan di Jakarta adalah penyedotan air tanah secara tidak terkendali oleh hotel, gedung perkantoran, mal, dan sebagainya. Sementara areal terbuka hijau (daerah resapan air hujan) di Jakarta makin lama, makin berkurang, sehingga curah hujan di kawasan ini yang mencapai dua miliar m3 setiap tahunnya, hanya terserap 36 persen saja, sebagian terbuang ke jalan beraspal, selokan, dan sungai.

Berdasarkan rencana induk tata ruang Jakarta tahun 1965-1985 ruang terbuka hijau (RTH) masih berkisar 37,2 persen atau sekitar 241,8 km2 dari keseluruhan luas Jakarta. Dalam kurun waktu hanya 15 tahun, RTH tinggal 13,94 persen atau 96,6 km2 dari keseluruhan luas Jakarta 661.52 km2.

Batasan ideal

Pengamat lingkungan, Trisno Widodo, mengatakan bahwa idealnya sebuah kota mempunyai RTH sekitar 40 persen dari seluruh luas wilayah. Bila ditinjau dari segi hidrologis, RTH sangat penting untuk menunjang peresapan air hujan ke dalam tanah. Dengan cara ini, kata dia, diharapkan suplesi air tanah, khususnya air tanah dangkal oleh air hujan, semakin bertambah sehingga kekurangan akan air dapat dihindari. Hal ini sekaligus juga dapat mengurangi penyusupan air laut, apabila suplesi air hujan ke dalam tanah seimbang dengan eksploitasi air tanah tersebut.

Namun, bagi kota-kota besar di Indonesia, untuk memperluas areal resapan hujan dengan menambah ruang terbuka hijau sangat sulit. Hal tersebut disebabkan tata guna lahan yang selalu berubah-ubah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau