Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budiarsa: Rahasia Sukses Grup Ciputra Bangun di Mancanegara

Kompas.com - 19/04/2011, 06:40 WIB

Anda juga aktif sebagai President INTA, asosiasi kota baru dan peremajaan kota internasional. Bagaimana ceritanya Anda bisa aktif dalam asosiasi ini?
Ini berawal ketika saya mendapat tugas dari Pak Ci untuk memegang proyek kota baru BSD. Waktu itu saya ingin belajar soal kota baru. Saya datang ke Kongres INTA tahun 1986 saat akan membuat masterplan BSD. Waktu itu pengalaman membangun kota baru masih kurang. Jadi untuk membuat masterplan, saya mencari asosiasi kota baru, yang bisa membuat saya belajar. Waktu dibentuk, nama asosiasi ini adalah International New Town yang disingkat sebagai INTA. Tapi dalam perkembangannya, yang dibahas asosiasi ini bukan hanya kota baru, tetapi juga urban renewal (peremajaan kota) dan urban development (pembangunan kota). Logo dan singkatan tidak diganti, tetap INTA.

INTA didirikan tahun 1974 di Paris, Perancis. Kongres digelar setiap tahun, biasanya bulan Oktober-November. Tahun ini digelar di Lyon, Perancis. Lima puluh persen anggota INTA adalah lembaga pemerintah.

Saya adalah Presiden pertama dari Asia. Waktu terpilih pertama kali tahun 2007, muncul perdebatan di board, apakah apakah saya tepat menjadi presiden karena saya orang swasta. Presiden INTA sebelumhya Menteri Perumahan Rakyat Maroko. Sebelumnya Wakil Walikota Lyon di Perancis. Saya terpilih sebagai Presiden INTA karena saya memang menangani kota-kota baru di Vietnam, Kamboja, India, dan China. Pada saat terpilih, saya juga masih anggota DPR.

Tahun 2010-2013, saya terpilih lagi sebagai Presiden INTA.

Apa tugas Anda sebagai Presiden INTA?
Tugas Presiden INTA adalah membangun networking dan sharing information. Kami mengadakan seminar, diskusi panel, dan kursus-kursus. Belum lama ini, INTA diminta oleh Pemerintah Kota Fukuoka untuk mereview CBD mereka. Lalu INTA mengirim 10 orang panelis ahli masterplan. Tugas para panelis ini membuat studi, bertemu dengan NGO, dan pakar di sana, membuat proposal. Pemerintah Fukuoka memberi fee kepada INTA.

INTA juga diundang negara kepulauan bagaimana menjadikan negara itu pulau wisata dunia. Polandia juga minta INTA mereview kota pelabuhan Gdanks. Ada permintaan membangun high-rise building sehingga pemerintah pusat turun tangan. Dan pemerintah pusat minta INTA me-review masterplan. Jadi ada kebutuhan kota-kota di dunia, yang minta kita melakukan studi, mereview kebutuhan, sehingga kita diminta melakukan kegiatan di sana. Ada kota di selatan Paris, pemerintah kotanya sudah tiga kali memanggil INTA me-review masterplan, setiap 10 tahun sekali.

Jadi INTA adalah wadah yang betul-betul yang bisa digunakan anggota untuk kebutuhan mereka dalam urban planning. Anggotanya pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusaahan daerah, perusahaan swasta, akademisi, individu, stakeholdes kota.

Anggota dari Indonesia tidak banyak. Antara lain pengembang Ancol, Pondok Indah, BSD, Lippo, Ciputra. Dari pemerintah pusat, Indonesia diwakili Bappenas.

Wah, Anda dipercaya menjadi Presiden INTA sampai dua periode. Apa rahasianya?
Saya selalu mencoba merespon kebutuhan anggota. Asosiasi ini sifatnya memberi servis, memenuhi kebutuhan anggota. Jadi di mana pun, akan kami datangi. Kalau ada pemerintah kota yang butuh panelis, langsung kami kirim. Sampai ke Afrika, ada negara kecil pun, jika ada kebutuhan, tetap dilayani. Perhatian kepada anggota ini membuat salah satu menteri di Afrika, langsung mendukung saya menjadi Presiden. Demikian halnya pemerintah kota di Taiwan. Mereka lihat kongres di Kuala Lumpur dan di Taiwan sukses. Jadi peran Asia dalam INTA sangat besar. Saya orangnya aktif dan responsif.

Mereka butuh panelis dan seminar, kami kirim dan kami adakan. Ini respon yang dihargai. Perancis minta summer course. Tahun ini Portugal minta. Jadi anggota merasa didengar, dihargai, dan bermanfaat. INTA punya 40-an pakar dari berbagai bidang ilmu dan dari berbagai negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com