Saya bekerja sebagai kontraktor, mencari sub-kontraktor dan supplier. Beberapa rumah tua yang saya beli, saya renovasi, dan saya sewakan. Dalam dua tahun di Kanada, saya mengerjakan 10 rumah dengan cara membangunkembali dan menyewakannya. Ternyata pasarnya cukup bagus. Tentu saja saya di-support ayah saya (Hendro Gondokusumo) karena beliau yang lebih tahu bagaimana membangun. Apalagi di Kanada, banyak rumah menggunakan unsur kayu.
Setelah dari Kanada, Anda kembali ke Jakarta. Anda membuka usaha sendiri? Saya di Kanada sampai tahun 2005. Setelah itu saya balik ke Jakarta, dan mulai dengan proyek-proyek kecil di Bintaro. Ada tanah seluas 6.000m2, kerja sama dengan arsitek Jeffry Budiman. Kami menggarap tanah itu menjadi 10 rumah tinggal dengan segmen menengah atas. Setelah itu, kami membeli tanah seluas 5.000 m2 di daerah Daan Mogot dan membangun 24 rumah. Lokasinya menempel di Taman Semanan Indah dengan segmen kelas menengah.
Banyak suka-duka yang saya alami di Jakarta. Waktu pertama kali ke Jakarta, ada beberapa hal yang tak biasa saya hadapi. Kalau di Amerika dan Kanada, soal konstruksi sih sama. Tapi di Indonesia, ada hal-hal lain yang harus diperhatikan seperti bagaimana menangani masalah keamanan dan perizinan, juga menangani konsumen. Di situlah saya belajar banyak. Saat di Kanada, prosedur sudah baku. Tapi di Indonesia, segalla sesuatunya masih bisa berbeda. Tapi terus terang, situasi seperti ini bagi saya jauh lebih menantang dan lebih interesting.
Saya bekerja sendiri di Jakarta dari tahun 2005 sampai 29 Juni 2007. Saat itu Intiland melakukan restrukturisasi, di mana Lennard Ho dan saya masuk ke Intiland, selain beberapa komisaris baru.
Awalnya saya sebenarnya ingin bisnis sendiri, tapi kemudian diminta Pak Hendro supaya ikut masuk Intiland dengan suasana baru. Saya bersama tim lainnya mengembangkan Intiland ke depan. Pak Hendro ingin saya tahu bisnis Intiland ke depannya. Rencana Intiland ke depan? Waktu saya bersama Lennard Ho dan komisaris lainnya, bersama-sama memformulasi Intiland ke depan akan seperti apa, saya melihat portofolio, apa yang bisa di-improve, ya kami improve. Pelan-pelan kami upgrade Intiland. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1985 dan berkembang di Jakarta dan Surabaya.
Kami melihat proyek apalagi yang bisa kami improve. ??Kami menjajaki pengembangan lahan di beberapa lokasi dengan mitra kita. Salah satu yang kami kerja samakan adalah lahan seluas 20 ha di Daan Mogot, lokasinya di sebelah Taman Semanan Indah. Proyek ini mengarah ke mix-used development. Kami bekerja sama dengan dua mitra
Lalu sejak dua tahun lalu, kami melakukan studi dan mengembangkan hotel bintang dua plus, Whiz. Kami sudah mengakusisi beberapa tanah di lokasi strategis, antara lain di Yogya, Semarang (sedang dibangun) dan dua lokasi di Jakarta (daerah Kota dan Menteng), dan Surabaya (Jalan Mayjen Sungkono).
Kami targetkan Intiland akan terus mengakusisi tanah dan bekerja sama dengan pemilik tanah atau investor. Pak Moedjianto (CEO Intiwhiz) sudah bekerja sama dengan pemilik tanah dan investor di Kuta Bali. Dalam pola kerja sama ini, investor mendanai pembelian tanah dan membiayai pembangunan oleh investor, sedangkan Intiland membangun dan mengelola hotel itu.
Di Balikpapan, Intiland mendanai biaya konstruksi dan mengelola hotel. Ini pola kerja sama dengan pemilik tanah.
Tidak tertutup kemungkinan, Whiz dibuka di kota-kota lainnya di luar Pulau Jawa. Hal itu bisa dilakukan. Kami melihat kemana bisnis ini bisa dikembangkan dengan baik, tapi lebih oportunisik. Saat ini kami konsentrasi di Pulau Jawa karena populasi terbesar memang di pulau ini sehingga konsentrasi bisnis Intiland ada di Jakarta dan Surabaya.