Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Efektivitas Pola Baru Subsidi Perumahan

Kompas.com - 04/02/2010, 18:03 WIB

Adapun suku bunga KPR rencananya dipatok sebesar suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) plus 2 persen. Jika saat ini suku bunga LPS sebesar 6,75 persen, suku bunga kredit untuk dana Jamsostek menjadi 8,75 persen, atau di bawah bunga pasar. Penerapan link deposit mortgage kini menunggu persetujuan dari Menteri BUMN.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Iqbal Latanro mengaku belum mengetahui secara detail pola baru subsidi perumahan yang ditawarkan pemerintah. Namun, pihaknya siap mendukung pola baru pembiayaan itu jika dimungkinkan. Dicontohkan, jika dana BTN digabung dengan APBN, suku bunga kredit perumahan bisa ditekan ke level 7 persen.

Pertanyaannya kemudian, sejauh mana efektivitas perubahan pola subsidi bagi masyarakat menengah ke bawah? Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda berpendapat, pola baru subsidi cenderung mengabaikan kesulitan masyarakat menengah ke bawah dalam membayar uang muka rumah. Padahal, salah satu persyaratan utama dalam pembelian rumah adalah pelunasan uang muka.

Biaya uang muka yang dikenakan kepada konsumen sebesar 20-30 persen dari harga jual rumah. Kesulitan melunasi uang muka rumah mempersulit konsumen dalam mengajukan kredit ke perbankan. Dengan pola subsidi lama berupa bantuan uang muka rumah sebesar Rp 5 juta-Rp 6 juta, konsumen masih kesulitan melunasi uang muka. Beban itu tentu semakin berat jika bantuan uang muka dihentikan.

Kekhawatiran lain muncul seiring rencana pemerintah untuk menghapus patokan harga maksimum rumah bersubsidi. Penghapusan ketentuan harga itu dikhawatirkan mendorong pengembang untuk menjual rumah bersubsidi dengan harga semakin tinggi sehingga sulit terjangkau dan pola baru menjadi sia-sia.

Jika kita menengok ke belakang, kendati pola subsidi lama mematok harga maksimum rumah bersubsidi, nyatanya sebagian rumah susun sederhana milik dijual dengan harga di atas ambang batas. Konsumen dibebani dengan biaya fasilitas gedung, seperti kolam renang, pusat kebugaran, parkir, dan jogging track.

Di beberapa lokasi, harga rumah susun bersubsidi melampaui Rp 200 juta per unit. Memasuki tahun 2010, sejumlah rumah susun bersubsidi bahkan tidak lagi bersedia menjual unit subsidi. Dengan kondisi itu, bisa ditebak, konsumen menengah ke bawah berpenghasilan Rp 4,5 juta per bulan tidak sanggup menjangkau rumah bersubsidi, apalagi jika harganya dilepas ke mekanisme pasar!

Ali mengatakan, karut-marut program perumahan rakyat sudah seharusnya disikapi pemerintah dengan menyiapkan pola subsidi perumahan secara matang. Pola subsidi yang diusung pemerintah harus ditopang oleh komitmen sumber pendanaan secara serius dan kinerja lembaga pengelolaan pembiayaan yang optimal.

Program pembiayaan akan efektif jika mampu mengakomodasi keringanan uang muka rumah, suku bunga kredit yang rendah selama masa angsuran, dan harga patokan rumah yang terjangkau.

Adapun verifikasi kelayakan konsumen oleh perbankan menjadi katup pengendali yang efektif untuk mencegah penyaluran subsidi salah sasaran. Alangkah indahnya jika mimpi jutaan rakyat kecil untuk memiliki rumah layak huni terwujud. Itu bukanlah sekadar mimpi di siang bolong seandainya semua pihak punya komitmen untuk mewujudkannya. (Sumber: KOMPAS Cetak, Kamis, 4 Februari 2010)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau