Sebagai ilustrasi, dana pembiayaan perumahan berasal dari APBN tahun 2010 sebesar Rp 3,1 triliun, Bapertarum Rp 3 triliun, Jamsostek Rp 3 triliun, dan asuransi Rp 3 triliun. Dengan asumsi APBN dan Bapertarum mengenakan suku bunga kredit nol persen, sedangkan Jamsostek dan asuransi mengenakan suku bunga 4 persen, bunga kredit dapat dipangkas separuhnya menjadi 2 persen.
Jika ditambah dengan dana perumahan yang disediakan perbankan sebesar Rp 12 triliun, terkumpul dana pembiayaan perumahan total Rp 24 triliun. Apabila suku bunga kredit bank 13 persen per tahun, kumulatif suku bunga kredit dari pembiayaan bank dan nonbank itu menjadi 15 persen (13 + 2 persen) dibagi dua sehingga berada di kisaran 7,5-8 persen.
Dengan pola baru itu, pemerintah berniat menghapus harga patokan maksimum rumah bersubsidi, baik rumah susun sederhana milik maupun rumah sederhana sehat. Kriteria penghasilan konsumen yang berhak mendapat subsidi juga akan dikaji ulang. Pemerintah optimistis, dengan keringanan suku bunga kredit, masyarakat berpenghasilan Rp 4,5 juta per bulan sanggup membeli rumah seharga Rp 200 juta.
”Ke depan, kemampuan memiliki rumah murah akan ditentukan oleh tingkat penghasilan konsumen, masa cicilan, dan suku bunga kredit,” ujar Suharso.
Perubahan regulasi
Pola baru yang ditawarkan pemerintah disambut baik oleh kalangan pengembang. Ketua Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia Teguh F Satria mengungkapkan, pola baru itu akan memecah kebuntuan pembiayaan rumah rakyat. Keringanan bunga kredit konstruksi akan menggairahkan pengembang untuk membangun rumah rakyat.
Adapun Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan siap mendukung program pembiayaan perumahan. Namun, diperlukan perubahan regulasi agar Jamsostek bisa lebih leluasa mengelola aset bagi pembiayaan perumahan.
Pihaknya, kata Hotbonar, kini sedang merumuskan perubahan regulasi untuk menyesuaikan peran Jamsostek dalam pembiayaan perumahan. Revisi dilakukan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. ”Kami perlu tahu persis rencana pola pembiayaan dari Kementerian Perumahan Rakyat supaya bisa disesuaikan dengan revisi aturan Jamsostek,” ujar Hotbonar.
Saat ini Jamsostek menawarkan skim pinjaman uang muka rumah untuk masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 4,5 juta per bulan dengan jangka waktu 10 tahun dan suku bunga 3-6 persen. ”Kami berharap segera diadakan forum koordinasi antara Jamsostek dan Kementerian Perumahan Rakyat supaya ada sinkronisasi dalam kebijakan pembiayaan perumahan,” ujar Hotbonar.
Jamsostek berencana menerapkan program link deposit mortgage, yakni penyimpanan dana khusus di bank-bank BUMN untuk pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp 4 triliun. Dengan program itu, penyaluran dana perumahan diperluas tidak hanya untuk masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga masyarakat kelas menengah. Plafon dana KPR direncanakan mencapai Rp 150 juta per debitor.