Peran ini dimainkan dengan sangat baik sejalan dengan konsep awal Cubic House yang merupakan metamorfosis hutan.
Oleh sang arsitek, Piet Blom, secara konseptual tiap-tiap bangunan kubus dihadirkan sebagai sebuah ”pohon” abstrak. Pilar-pilar bangunan berperan sebagai batang pohon kokoh berbentuk segi enam yang menopang masing-masing kubus sekaligus berfungsi sebagai gudang dan sirkulasi vertikal berupa tangga menuju bangunan. Adapun bangunan utama (rumah), kubus, diibaratkan sebagai bagian teratas pohon yang berfungsi sebagai elemen peneduh yang terdiri dari batang, ranting, dan daun.
Dengan tiap bangunan berperan sebagai satu pohon, maka keseluruhan bangunan kubus pada kompleks permukiman ini hadir membentuk ”hutan” di tengah-tengah kota. Secara visual tentu saja kehadirannya sangat berbeda dengan hutan dalam arti sebenarnya, tetapi kompleks ini mencoba memainkan peran hutan dalam memberi keteduhan, melindungi dari terik matahari dan hujan, serta memberi kehidupan di dalamnya.
Interior rumah
Tiap-tiap kubus dirancang dapat memaksimalkan keterbatasan ruang dalam mengakomodasi kebutuhan fungsional, layaknya rumah umumnya. Untuk itu, tiap bangunan dibagi atas tiga lantai dengan bagian terbawah sebagai ruang tamu maupun ruang keluarga, bagian tengah atau lantai dua diisi ruang tidur, satu kamar mandi dan dapur, dan bagian teratas sebagai ruang tidur tambahan.
Walaupun terbagi atas tiga lantai, tiap kubus merupakan satu kesatuan rumah sehingga secara keseluruhan kompleks ini merupakan hunian horizontal. Jalur pedestrian yang melalui kompleks Cubic House semakin menghadirkan suasana layaknya permukiman horizontal. Interaksi sosial tetap tercipta, seolah keberadaannya yang melintas di atas jalan raya tidak berpengaruh sama sekali.
Dalam menyikapi keterbatasan ruang, akses dengan lingkungan luar dioptimalkan, baik sebagai akses visual dengan menghadirkan banyak bukaan transparan, maupun sebagai akses bagi tersedianya udara segar dan hangatnya cahaya matahari.
Ruang yang terbatas justru membentuk penghuninya dapat hidup efektif dan efisien, baik dalam menata ruang dalam, memilih (atau bahkan mendesain sendiri) perabotan yang sesuai, maupun menyusun skala perioritas dalam menentukan barang yang harus dimiliki.
Dalam konteks pola hidup, masyarakat yang menghuni kompleks permukiman seperti Cubic House tentu harus memiliki kesadaran hidup bermasyarakat yang tinggi dan kesadaran menjaga kebersihan dan keindahan kompleks permukiman. Cubic House, selain mampu menjawab kebutuhan kota, juga mampu berperan sebagai penanda kawasan dan menjadi obyek wisata.
Penulis : Parmonangan Manurung, Dosen Jurusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.