Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tan Gwan Hien, Kesetiaan Seniman Peranakan

Kompas.com - 28/01/2009, 02:12 WIB

Pasang surut

Penampilan Gwan Hien mungkin tak mengesankan sosok seniman. Namun, dialah guru tari yang sampai saat ini amat diandalkan sebagai pelatih seni PMS. Ia bisa mewakili pasang surut keterlibatan komunitas peranakan Tionghoa di Solo dalam berkesenian Jawa saat berlangsung akulturasi seni budaya Jawa di tengah warga Tionghoa. Populasi Tionghoa diperkirakan delapan persen dari 500.000 jiwa penduduk Solo.

Pada 1960-1970-an, pamor PMS sebagai komunitas pelestari kesenian Jawa di Solo relatif berkibar. PMS seakan menjadi mata rantai keterlibatan kalangan Tionghoa dalam kebudayaan Jawa di Solo. Ini sekaligus mewarnai sejarah panjang hubungan komunitas Tionghoa dan Jawa dalam dinamika ekonomi dan sosial semenjak Kutanegara Surakarta berdiri tahun 1745.

Langkah perintisan dilakukan Gan Kam akhir abad ke-19 saat membawa kesenian wayang orang dari Istana Mangkunegaran dan memopulerkannya kepada masyarakat. Peran ini diteruskan Lie Wat Djien (WD Lie) yang mendirikan Wayang Orang Sono Harsono, lalu Yap Kam Lok mendirikan Wayang Orang Srikaton. Lie Sien Kuan alias Bah Bagus mendirikan kelompok wayang orang keliling, sebelum menetap di Taman Sriwedari dan menjadi cikal bakal Wayang Orang Sriwedari pada 1930-an.

Sampai 1980-an latihan tari Jawa maupun nasional serta musik karawitan rutin diadakan di aula belakang gedung PMS. Baik warga maupun pelatih antusias berlatih, bahkan sejumlah warga peranakan menjadi ”legenda” dengan peran mereka di pentas wayang. Ini seperti Theo sebagai Rahwana, Jung Ong (Gatotkaca), Thuam Yam (Bima), Goat Bwe (Arjuna), juga A Gioe, Shiang Jit, hingga Nora Kho (Konstantina Dewi) yang kini menjadi pengajar di ISI Solo.

Prestasi kelompok kesenian PMS berpuncak saat berhasil meraih trofi Juara I Ibu Tien Soeharto dalam Festival Wayang Orang Panggung Amatir (WOPA) tahun 1989. Ini juga berkat peran Gwan Hien selaku sutradara sekaligus pembuat sanggit (kreasi) cerita.

Di lingkungannya, Gwan Hien dikenal menguasai cerita wayang, dan lebih banyak berperan sebagai sutradara atau pelatih daripada penari. Dulu, dia suka membawakan peran Cakil, Anoman, Gatotkaca, dan Bugis. Ia menguasai beragam tari Jawa, dari jenis gagahan, alusan, hingga berbagai tari perempuan.

Dia juga belajar tari Liong dan Barongsai pada perkumpulan Hoo Hap, selain mendalami ilmu kungfu. Semua itu mendukung keluwesan, kekompakan, dan ekspresi gerak tarinya.

Pada masa jaya kelompok kesenian PMS, mereka sering melawat ke sejumlah tempat, seperti Jakarta, Surabaya, Madiun, Malang, Semarang, dan Pontianak.

”Rombongan PMS pernah melawat ke Singapura. Jumlah rombongan kami sampai 70 orang, termasuk pengrawit. Kami menyewa satu kapal sendiri,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com