Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Novita Tandry, Berburu Tumble Tots Sampai ke London

Kompas.com - 15/01/2009, 08:53 WIB

Wanita kelahiran Kendari, 9 Maret 1971, ini terbilang nekad. Di usia 20 tahun, ia sudah ngotot melamar jadi Master Franchise lembaga pendidikan anak Tumble Tots (TT). Meski awalnya tak dilirik sebelah mata pun oleh manajemen TT yang berpusat di Inggris, lulusan Psikologi Universitas New South Wales, Australia, ini tak menyerah. Kini 48 cabang TT dengan 5 ribu siswanya telah tersebar di seluruh Indonesia.

Kapan sih, tepatnya Anda buka TT?
Tahun 1993. Waktu itu saya baru selesai S1, baru 20 tahun lebih. Teman-teman masih clubbing, saya sudah kerja. Hehe. Ketika membuka TT, saya baru saja punya anak, Joel Joshua Jovianus (16). Saya memang commit, 5 tahun pertama usia anak, saya tidak akan kerja. Saya mau konsentrasi ke anak, karena saya tahu pentingnya 5 tahun pertama dalam hidup seorang manusia (golden ages).

Makanya, jarak usia Joel dan adiknya, Joelle Joscelyne Joviana (8), lumayan jauh, 8 tahun. Itu supaya semua kebutuhan masa golden ages mereka bisa terpenuhi. Jadi saya benar-benar fokus, dari pagi sampai bikin PR, saya yang mendampingi.

Tapi seiring berjalannya waktu, kok, bosan juga. Kebetulan saya suka dunia anak. Saya ingin kerja, tapi enggak tahu mau ngapain. Saya juga enggak mau ninggalin anak. Akhirnya saya coba ke TT. Kebetulan, anak pertama saya masuk TT juga di Singapura.

Prosesnya bagaimana?
Mungkin karena saya dilihat masih ingusan, waktu itu dilirik pun enggak. Pokoknya enggak direspon sama sekali deh, permintaan saya, oleh manajemen TT di Singapura. Mungkin karena saya dilihat belum punya pengalaman, baru selesai kuliah.

Saya kemudian coba kejar Managing Director TT Internationalnya ke London, tapi enggak mau ketemu. Beliau seorang ibu, usianya lebih tua 2 tahun dari ibu saya. Jadi pantas kalau ia menganggap saya anak ingusan.
Barangkali ia heran, ini kok ada anak ingusan ngikutin terus. Apalagi mau jadi master franchise TT. Yang bener aja? Hahaha. Ternyata sama, sekarang kalau ada anak muda usia 25 tahunan yang apply mau buka TT ke saya, saya akan berpikir, ini anak baru gede mau ngapain?

Kebetulan, waktu itu saya masih nganggur, jadi punya banyak waktu. Meskipun enggak dianggap, saya terus kejar. Akhirnya, setelah ngikutin ke Bangkok, Malaysia sampai balik lagi ke Singapura, barulah saya ketemu.

Setelah ngobrol, beliau memberi kesempatan saya mencoba buka 1 cabang. Tidak sebagai master franchise, tapi hanya sub lisensi. Saya dikasih waktu 2 tahun. Kalau enggak bisa berkembang, ya, tutup. Ternyata dalam 2 tahun, dari target membuka 2, saya malah bisa buka 3 cabang.

Kenapa memilih TT?
Yang pertama, saya lihat TT ini unik. Ia lebih konservatif dibanding lembaga pendidikan lain. TT lebih bisa masuk ke kultur kita di Indonesia. Misalnya, TK dan SD tetap pakai seragam sekolah, seperti kebanyakan sekolah lain di Indonesia.

Kedua, penerapan disiplin di TT juga sangat bagus. Ketiga, di TT, semua guru dipanggil dengan Auntie dan Uncle. Sementara di sekolah sejenis, guru dipanggil namanya langsung. Bayangkan, anak usia 3 tahun panggil guru dengan namanya, tanpa embel-embel Pak atau Bu. Kalau di sini kan, masih janggal.

Tapi, kurikulum TT tetap saya mix n match-kan dengan kultur di sini. Kurikulum yang tidak sesuai dengan kultur kita, saya sesuaikan. Background pendidikan psikologi yang saya punyai juga banyak membantu.

Ada alasan lain?
Alasan lain karena di TT kurikulum dimulai sejak anak usia 6 bulan. Limabelas tahun lalu, anak usia 6 bulan sekolah kan, masih aneh. Padahal, buat saya, itu lumrah, karena itu adalah usia krusial atau usia absorbant mind, dimana segala sesuatu yang diberikan akan diserap mentah-mentah oleh anak. Pembentukan karakter seorang manusia sebetulnya sudah dimulai sejak usia 0 tahun.

Di TT, mulai usia 6 bulan, karena di usia itu anak dianggap sudah cukup siap menerima info dan stimulasi dari orang yang paling dekat dengan dia, yaitu orangtua. Bukan pengasuh, baby sitter, atau orang lain ya, tapi orangtua. Nah, itu yang membuat saya tertarik ke TT.

Itu sebabnya di TT ada kelas untuk anak 6 bulan, ya?
Ya, di usia 6 bulan, ada proses merangkak. Jadi, di TT, anak usia 6 bulan "diwajibkan" untuk merangkak. Karena ternyata merangkak itu berperan penting terhadap konsentrasi belajar seorang anak kelak setelah dewasa. Mungkin ada yang tanya, apa hubungannya merangkak dengan konsentrasi belajar.

Ternyata, dari sebuah penelitian ditemukan bahwa konsentrasi belajar di usia sekolah berbeda antara anak yang merangkak dengan yang tidak melewati proses merangkak. Pusat saraf (spinal bone) kita ada di bagian belakang tubuh. Nah, kalau terjadi kerusakan di sana, maka semua fungsi yang menopang tubuh kita akan ikut rusak. Salah satunya adalah saraf yang berkaitan dengan konsentrasi belajar.

Merangkak akan memperkuat seluruh tubuh sampai ke jaringan otak. Itulah sebabnya salah satu terapi untuk anak penderita cerebral palsy (brain injured) adalah dengan proses merangkak dan merayap. Padahal yang terkena adalah otaknya. Tak jarang, banyak dokter yang memberi terapi CP mengirim pasien ke TT untuk memperbaiki sel-sel saraf yang rusak.

Sekarang ada berapa cabang di seluruh Indonesia?
Ada 48 cabang, tersebar di hampir semua kota besar di Indonesia. Jumlah siswa sekitar 5 ribu. Itu sebuah tanggung jawab yang sangat besar buat kami. Makanya, kami membuat parents' seminar supaya orangtua selalu ikut terlibat. Juga workshop. Dengan begitu, diharapkan orangtua mau memberikan lebih buat anak-anaknya.

Sebenarnya mana yang lebih penting, kualitas atau kuantitas?
Enggak bisa dipisahkan. Selain kualitas, waktu juga harus diberikan. Enggak bisa kita bilang, "Yang penting Sabtu dan Minggu khusus untuk anak." Memangnya anak harus menunggu sampai Sabtu untuk belajar berjalan atau merangkak? Terus Senin sampai Jumat harus diam saja? Anak itu setiap detik dalam hidupnya selalu bertumbuh. Rasa ingin tahu anak begitu besar dan itu harus diisi setiap saat, setiap detik. Yang harus mengisi, ya, orangtua.

Kembali ke TT, apa resepnya hingga bisa berkembang pesat?
Yang jelas, harus suka dunia anak-anak. Kalau bicara pasar, pasar Indonesia sebetulnya sangat besar. Singapura saja punya 11 cabang, padahal penduduknya hanya 2 juta orang. Kita dengan penduduk 200 juta hanya punya 48 cabang. Harusnya minimal ada 90 cabang. Ini saja saya enggak bisa menjangkau semua, karena terbentur minimum fee yang harus saya berikan. Padahal, harga TT kita yang termurah di dunia, lho.

Saya memang ingin ada lebih banyak anak yang bisa ditampung di TT, ada lebih banyak orangtua yang mengerti bagaimana membesarkan anak, baik secara fisik dan mental. Kebanyakan orang tua kan, masih belum mengerti bahwa usia 0-5 tahun adalah usia krusial anak. Jadi, pendampingan orang tua itu sangat penting. Paling tidak, kita selalu meng-encourage orangtua untuk mendampingi anak. Masak dalam satu minggu enggak ada waktu untuk anak?

Terbayang enggak, 70 persen dari karakter manusia dibentuk di usia 0-5 tahun. Semua pengalaman traumatis yang kita alami, baik maupun jelek, pasti berasal dari masa kecil. Contoh gampang, guru yang paling kita sebelin pasti kita inget sampai dewasa. Itu enggak bisa hilang.

Selain di kelas, kegiatan di TT apa saja?
Ada banyak. Selain seminar dan workshop, ada juga field trip (outing). Setiap 2 minggu, kita berikan tema berbeda untuk anak. Misalnya tema minggu ini binatang. Setelah selesai topik binatang, mereka kita ajak ke Taman Safari.

Untuk orangtua, kita sediakan communication book. Jadi ada komunikasi dengan orangtua. Kita juga adakan semacam family gathering. Di situ kita lihat seberapa jauh peran aktif orangtua dalam perkembangan anak.

Ke depannya, apa rencana buat TT?
Saya ingin buka lebih banyak lagi TT sampai ke kota kecil. Di Sukabumi dan Gorontalo, misalnya, sudah ada TT, lho. Secara bisnis, saya main di omzet. Jaringan lebih banyak, jadi harga lebih murah. Secara bisnis kan, hasilnya sama. Sebetulnya saya bisa bikin eksklusif, sedikit cabang dengan biaya mahal, tapi nanti hanya golongan tertentu yang bisa menikmati TT.

Selain TT, Anda juga master franchise usaha kecantikan Quick Cut (QC) dari Jepang. Kok, agak jauh ya, dari dunia pendidikan?
Hahaha, kebetulan saya memang suka kecantikan. Begini, sebetulnya memang ada 3 bidang yang ingin saya geluti di bisnis. Yang pertama pendidikan, yang kedua kecantikan, ketiga kesehatan. Jadi kalau saya punya kesempatan lagi, saya akan buka tempat kebugaran. Saya sendiri setiap minggu rutin berolahraga 6 kali. (QC dibuka pertengahan 2007 lalu dan kini sudah memiliki 3 cabang di Jakarta)

Bagaimana cara Anda membagi waktu dengan keluarga?
Yang penting manajemen waktunya. Kebetulan saya lebih fleksibel, lebih beruntung, karena bisa mengatur waktu sendiri, tidak terikat jam kerja. Dulu, anak-anak saya bawa ke kantor. Waktu masih bayi lebih gampang, tinggal dibuatkan kamar di kantor dan ditidurkan.

Apa biasanya kegiatan Anda bersama keluarga?
Olahraga. Kami sekeluarga memang suka olahraga. Anak saya yang besar sekarang lagi ingin-inginnya punya six packs di perutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau