Properti tetap andalan
Meskipun pertumbuhannya diperkirakan melambat, sektor properti tetap akan menjadi andalan perbankan untuk mencari keuntungan melalui kredit. Apalagi, kapasitas dan kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit properti sudah memadai.
Salah satunya tercermin dari NPL KPR yang relatif rendah, sekitar 3,3 persen atau masih di bawah batas minimum yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5 persen. Ini menunjukkan, perbankan sangat pruden menyalurkan kredit ke sektor bersangkutan.
Penyaluran kredit KPR di Indonesia dengan AS berbeda jauh. Di negara adidaya tersebut, terdapat kredit KPR berisiko tinggi yang disebut subprime mortgage. Disebut berisiko tinggi karena rendahnya analisis bank terhadap calon debitor serta banyaknya persyaratan kredit standar yang dihilangkan, seperti keharusan menyetor uang muka.
Akibatnya, banyak calon debitor yang sebenarnya rawan gagal bayar bisa mendapatkan KPR. Banyak calon debitor KPR yang terjaring yang berpendapatan pas-pasan atau bahkan menganggur.
Perbankan di AS tidak menghiraukan risiko tersebut karena suku bunga yang ditawarkan untuk subprime mortgage relatif lebih tinggi dibandingkan dengan prime mortgage atau KPR yang penyalurannya mengikuti standar. Macetnya pembayaran satu debitor bisa ditutup dengan tingginya keuntungan.
Apalagi, bank juga memegang sertifikat dari properti yang dibiayai. Jika macet, bank tinggal menyita rumah debitor lalu menjualnya, selesai. Namun, yang tidak terbayangkan oleh para bankir di sana ketika itu ialah bagaimana jika kemacetan pembayaran terjadi secara masif atau dialami oleh sebagian besar debitor subprime mortgage yang jumlahnya jutaan orang. Bank dipastikan akan kesulitan menjual rumah yang disita karena pasokan amat berlimpah kecuali dengan harga yang amat rendah alias merugi.
Dan ternyata inilah yang benar-benar terjadi. Tren kenaikan suku bunga dan meningkatnya harga-harga barang membuat para debitor subprime mortgage kesulitan membayar cicilan KPR sehingga kemacetan massal pun terjadi dan membuahkan krisis parah.
Di Indonesia tak ada KPR jenis subprime. Seluruh KPR yang disalurkan telah melalui seleksi yang ketat. Bank tidak hanya mewajibkan uang muka, tetapi juga mengharuskan calon nasabah memiliki uang lebih setelah dipotong pengeluaran per bulan. Ini untuk memastikan sang calon tidak melakukan gali lubang tutup lubang untuk membayar KPR. Petugas bank bahkan melakukan wawancara untuk mengetahui karakter calon nasabah.
Dampaknya, calon-calon yang terjaring umumnya memiliki kemampuan yang memadai untuk melunasi KPR. Kenyataannya, selama ini banyak nasabah yang melunasi utangnya lebih cepat dari tenggat waktu yang berkisar 10-15 tahun. Nasabah yang terjaring umumnya juga tidak sensitif terhadap gejolak ekonomi yang terjadi, semisal meningkatnya inflasi dan suku bunga meskipun hidup nasabah semakin berat.