Isu ini merebak lantaran ketiga bukti hak tempo dulu itu akan dicabut pada tahun depan.
"Jadi, informasi terkait tanah girik yang tidak didaftarkan hingga 2026 nanti tanahnya akan diambil negara itu tidak benar," ujar Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN Asnaedi dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (1/7/2025).
Namun demikian, Pasal 96 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 menyebutkan bahwa alat bukti tertulis atas tanah bekas milik adat yang dimiliki perorangan wajib didaftarkan paling lama lima tahun sejak PP tersebut berlaku.
Jika dihitung sejak terbitnya regulasi itu, maka batas waktu pendaftaran adalah pada 2026.
Melalui aturan ini, pemerintah mendorong masyarakat untuk segera mendaftarkan tanahnya agar memperoleh sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah dan diakui secara hukum.
Apa itu Girik?
Tanah girik adalah lahan yang kepemilikannya dibuktikan dengan surat kuasa atau dokumen tertulis, bukan sertifikat resmi seperti SHM.
Surat girik biasanya diterbitkan oleh kepala desa atau lurah sebagai bukti penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dokumen ini mencantumkan: Nomor girik atau letter C, luas tanah, nama pemilik hak atas tanah (berdasarkan warisan atau jual beli).
Girik umumnya diperoleh melalui warisan atau penguasaan lahan secara turun-temurun dari keluarga.
Bisa juga diperoleh dari transaksi dengan bukti akta jual beli (AJB) atau surat keterangan dari desa.
Selain itu, girik juga bisa didapatkan dari penguasaan berdasarkan hukum adat setempat.
Namun, karena tidak diakui sebagai bukti kepemilikan resmi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tanah girik memiliki kekuatan hukum yang lemah.
Apa itu Letter C?
Buku Letter C bukan merupakan bukti kepemilikan tanah melainkan hanya sebagai bukti pembayaran pajak.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 0234K/PDT/1992 :
Melansir laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Learning Center, buku Letter C desa bukan merupakan bukti hak milik, tetapi hanya merupakan kewajiban seseorang untuk membayar pajak terhadap tanah yang dikuasainya
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas bahwa buku Letter C bukan merupakan bukti kepemilikan tanah. Bukti Kepemilikan tanah yang sah adalah Sertifikat Hak Milik (SHM).
Usai Indonesia merdeka, sistem hukum agraria warisan Belanda masih dipertahankan sebagai pengakuan kepemilikan yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Meski verponding masih bisa tetap digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah, status verponding sangat rentan untuk disengketakan.
Ini berbeda dengan hukum tanah yang sudah berstatus SHM.
Pengakuan negara atas kepemilikan tanah berdasarkan Eigendom diatur dalam Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), di mana bahwa hak Eigendom atas tanah yang ada saat berlakunya UUPA menjadi hak milik.
https://properti.kompas.com/read/2025/07/01/142918621/tak-berlaku-2026-kenali-girik-letter-c-dan-verponding