Seperti diketahui, turap untuk menopang tumpukan sampah di TPA Cipeucang jebol pada Jumat (22/5/2020) pagi.
Jebolnya turap TPA Cipeucang itu akibat tumpukan sampah yang berlebihan dan kemudian longsor ke Sungai Cisadane.
"TPA Cipeucang ini harus segera ditutup dan direhabilitasi," kata Pengkampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Rehwinda Naibaho melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (21/6/2020).
Koalisi ini juga menuntut agar Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh tragedi ini, termasuk tercemarnya Sungai Cisadane.
Tuntutan lainnya adalah mendesak pemerintah untuk bertanggung jawab dan membuat sistem tanggap darurat atas jebolnya turap.
Terakhir, Koalisi Pemulihan Ekologis Sungai Cisadane juga mendesak pemerintah untuk menyusun grand design pengelolaan sampah yang berkelanjutan sesuai mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Menurutnya, penetapan lokasi TPU Cipeucang sudah salah sejak awal. Ini karena tempat pembuangan seharusnya tidak boleh berada di sempadan sungai karena merupakan kawasan lindung.
Sementara lokasi TPA Cipeucang tepat berada di sempadan sungai dan berjarak kurang lebih 50 meter dari permukiman warga.
Hal ini disebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
Selaib itu juga melanggar Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Dia menambahkan, tempat pembuangan ini dibangun seluas 2,4 hektar dan rencananya akan dikembangkan seluas 10 hektar. Setiap hari, TPA Cipeucang menerima kiriman sampah hingga 300 ton.
"Bahkan TPA ini nyaris berada di bibir sungai. Ini masih seluas 2,4 hektar, bagaimana jika rencana perluasan hingga 10 hektar? Mau serusak apa lagi lingkungan ini nanti?" ujar Rehwinda.
Berdasarkan laporan Koalisi Pemulihan Ekologis Sungai Cisadane, longsoran sampah tersebut menutupi tiga per empat dari lebar Sungai Cisadane.
Selain itu, sebagian sampah sudah terbawa arus dan memenuhi aliran sungai, sedangkan sebagian sisanya masih menumpuk di badan sungai.
Akibatnya, tumpukan sampah ini menghambat arus sungai, sehingga membuat daerah permukiman menjadi rawan banjir apabila turun hujan.
Selain itu, longsoran sampah tersebut juga menyebabkan polusi udara berupa bau menyengat. Bau itu berasal dari tumpukan sampah yang mengandung gas metana.
https://properti.kompas.com/read/2020/06/22/070000321/koalisi-ekologis-sungai-cisadane-tuntut-rehabilitasi-tpa-cipeucang