Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Salin Artikel

Kontroversi Penghapusan Pasal 16 UU Perkebunan dalam RUU Cipta Kerja

Tentu saja, penghapusan Pasal 16 ini mengundang pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Sebagaimana diketahui, Pasal 16 mengatur tentang kewajiban perusahaan perkebunan untuk memanfaatkan lahannya setelah pemberian status hak atas tanah serta pemberian sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya.

Rinciannya sebagai berikut:

(1) Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan Perkebunan:
a. paling lambat 3 (tiga) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan Lahan Perkebunan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) dari luas hak atas tanah; dan
b. paling lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami Tanaman Perkebunan.
(2) Jika Lahan Perkebunan tidak diusahakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bidang Tanah Perkebunan yang belum diusahakan diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Pengamat Hukum Pertanahan dan Properti Erwin Kallo, penghilangan Pasal 16 UU Perkebunan dalam RUU Cipta Kerja patut dipertanyakan.

Karena pada prinsipnya, tanah memiliki fungsi sosial, dengan demikian tidak boleh ditelantarkan.

Untuk itu, Erwin menegaskan, tanah tidak boleh dijadikan obyek perdagangan. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria Presiden Republik Indonesia atau UUPA, 

Karena pada dasarnya Pasal 16 UU Perkebunan merupakan roh atau inti dari UUPA yang menyebutkan tanah harus diusahakan.

Dia menambahkan, substansi atau filosofi hukum pertanahan Indonesia berdasarkan UUPA adalah sebagai fungsi sosial.

"Kita harus tahu substansi hukum pertanahan kita, tanah itu bukan obyek dagangan," ujar Erwin kepada Kompas.com, Selasa (1/5/2020).

Dengan demikian, penghapusan pasal tersebut berarti menghilangkan ketentuan jangka waktu maksimal pemanfaatan tanah setelah diberikan hak atas tanah.

"Karena efek dari penghilangan pasal 16 bahwa tanah dalan tiga tahun harus diusahakan, dan harus ada perencanaan, semua itu akan hilang," tutur dia.

Jika aturan mengenai jangka waktu pemanfaatan tanah dihilangkan, maka dikhawatirkan akan memunculkan spekulan tanah.

Padahal, pasal tersebut merupakan turunan dari UUPA, di mana tanah tidak boleh dijadikan obyek spekulasi dan obyek perdagangan, namun harus terus diusahakan. 

"Makanya teknisnya diatur harus diusahakan dalam waktu tiga tahun dan seterusnya," ucap Erwin.

Erwin berpendapat, ketiadaan Pasal 16 UU Perkebunan dalam RUU Cipta Kerja berpotensi menghilangkan semua aturan atau turunan regulasi mengenai tanah telantar.

Ini karena pasal tersebut merupakan payung hukum dari aturan pelaksanaan mengenai tanah telantar, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. 

"Kan dampaknya beberapa regulasi akan tidak berlaku," tutur Erwin.

Menurutnya, tidak dicantumkannya Pasal 16 UU Perkebunan dalam RUU Cipta Kerja, tidak serta merta menghapus ketentuan pencabutan hak atas tanah yang tidak dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu.

Ketentuan yang dimaksud, menurut Eddy, telah diatur dalam UU Pokok Agraria yang menyebut penelantaran tanah bisa menyebabkan perusahaan perkebunan kehilangan hak atas tanah.

Pasal 34 UUPA menyebutkan, hak guna usaha (HGU) bisa dihapus karena ditelantarkan.

Tak hanya itu, aturan yang tercantum pada pasal 16 UU Perkebunan juga diatur dalam Pasal 10 UUPA, yang menyebutkan badan hukum yang memiliki hak atas tanah pertanian pada asasnya wajib mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif.

Bukan itu saja, ketentuan ini pun telah diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar.

Eddy menambahkan, ketetapan tersebut secara lengkap juga telah diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

"Dengan kata lain, jika tanah HGU untuk perkebunan ditelantarkan atau tidak diusahakan, maka tetap ada risiko hukum berupa pencabutan hak atas tanah dan sanksi-sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan," tutur Eddy.

https://properti.kompas.com/read/2020/05/14/150632921/kontroversi-penghapusan-pasal-16-uu-perkebunan-dalam-ruu-cipta-kerja

Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

PTSL Diklaim Naikkan Nilai Ekonomi Rp 5.219 Triliun, dari Mana Sumbernya?

PTSL Diklaim Naikkan Nilai Ekonomi Rp 5.219 Triliun, dari Mana Sumbernya?

Berita
[POPULER PROPERTI] Tebar Promo Flash Sale KAI, Naik Kereta Eksekutif Cuma Rp 100.000

[POPULER PROPERTI] Tebar Promo Flash Sale KAI, Naik Kereta Eksekutif Cuma Rp 100.000

Berita
Kementerian ATR/BPN Gandeng Bank Mandiri, Luncurkan PNBP Elektronik

Kementerian ATR/BPN Gandeng Bank Mandiri, Luncurkan PNBP Elektronik

Berita
Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (II)

Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (II)

Perumahan
Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (I)

Harga Rumah Murah di Kabupaten Malang Rp 150 Jutaan, Cek di Sini (I)

Perumahan
Masuki 'Low Season', Okupansi Kawasan The Nusa Dua Bali di Atas 55 Persen

Masuki "Low Season", Okupansi Kawasan The Nusa Dua Bali di Atas 55 Persen

Kawasan Terpadu
Pemerintah Ajak Daerah Aktif dalam Forum Air Dunia 2024

Pemerintah Ajak Daerah Aktif dalam Forum Air Dunia 2024

Berita
Proyek Hampir Beres, Stasiun Halim Bakal Jadi Titik Temu Angkutan Umum

Proyek Hampir Beres, Stasiun Halim Bakal Jadi Titik Temu Angkutan Umum

Berita
301.181 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Saat Nyepi

301.181 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Saat Nyepi

Berita
Lakukan Ini agar Warna Cat Rumah Minimalis di Eksterior Rumah Tak Mudah Pudar

Lakukan Ini agar Warna Cat Rumah Minimalis di Eksterior Rumah Tak Mudah Pudar

Tips
Gaet Perusahaan Malaysia dan Jepang, Mustika Land Rilis Rumah Rp 500 Juta

Gaet Perusahaan Malaysia dan Jepang, Mustika Land Rilis Rumah Rp 500 Juta

Berita
Termasuk LRT Jabodetabek dan KCJB, Ini Daftar Transportasi Massal yang Terintegrasi di Stasiun Halim

Termasuk LRT Jabodetabek dan KCJB, Ini Daftar Transportasi Massal yang Terintegrasi di Stasiun Halim

Berita
Catat Penjualan Ratusan Rumah dalam Sebulan, Central Group Dipandang Paling Inovatif

Catat Penjualan Ratusan Rumah dalam Sebulan, Central Group Dipandang Paling Inovatif

Perumahan
Tiket KA Lebaran Sudah Laku 1 Juta, Ini Tanggal Favorit Pemudik

Tiket KA Lebaran Sudah Laku 1 Juta, Ini Tanggal Favorit Pemudik

Berita
Pekan Depan, 17.000 Orang Balik ke Jakarta Naik Kereta

Pekan Depan, 17.000 Orang Balik ke Jakarta Naik Kereta

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+