Hal tersebut ditegaskan oleh Pengamat Perkotaan Yayat Supriatna. Seperti diketahui, Perpres itu mencantumkan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan Nasional dan kawasan perkotaan inti.
Nantinya Jakarta akan dikelilingi oleh kawasan perkotaan di sekitarnya. Hal ini tercantum dalam Pasal 9 a dan Pasal 21, berikut bunyinya:
Pasal 9
a. mengembangkan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan nasional, pusat perekonomian dan jasa skala internasional, nasional, dan regional, serta mendorong perkotaan sekitarnya yang berada dalam Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur untuk mendukung kegiatan perkotaan inti;
Pasal 21
(1) Pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ditetapkan sebagai pusat kegiatankegiatan utama dan pendorong pengembangan Kawasan Perkotaan di Sekitarnya.
(2) Pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di DKI Jakarta, meliputi:
a. pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik;
b. pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional;
c. pusat pelayanan pendidikan tinggi;
d. pusat pelayanan olahraga skala internasional, nasional, dan regional;
e. pusat pelayanan kesehatan skala internasional, nasional, dan regional;
f. pusat kegiatan industri kreatif;
g. pusat pelayanan transportasi laut internasional dan nasional;
h. pusat pelayanan transportasi udara internasional dan nasional;
i. pusat pelayanan sistem angkutan umum penumpang dan angkutan barang regional;
j. pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara;
k. pusat kegiatan pariwisata; dan
l. pusat kegiatan pertemuan, pameran, serta sosial dan budaya.
Yayat mengatakan, Perpres tersebut masih menyatakan DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota.
Dengan demikian, pembentukan Perpres itu membuat Jakarta mau tidak mau harus membagi bebannya kepada daerah lain.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah, adanya Perpres ini apakah bertentangan dengan rencana pemindahan ibu kota?
Karena menurut Yayat, jika undang-undang (UU) mengenai pemindahan ibu kota telah selesai dibahas, maka Perpres tersebut bersifat sementara.
"Jika UU tentang pemindahan ibu kota yang sekarang tidak sempat dibahas karena ada Covid-19, kendala pembiayaan dan sebagainya, maka Perpres ini bersifat temporary sampai ditetapkannya UU ibu kota," kata Yayat kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020).
Yayat yang juga merupakan Dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti ini menambahkan, perpres tersebut juga berfungsi sebagai payung.
Tetapi nanti ketika UU tentang pemindangan ibu kota telah rampung dibahas, maka perlu ada revisi mengenai rencana tata ruang guna menegaskan kedudukan dan peran Jakarta.
Apalagi sifat Perpres berada di bawah UU. Maka, menurut Yayat, suatu saat perpres ini bisa diubah untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru.
"Apakah masih pusat pemerintahan atau menjadi pusat perdagangan dan jasa saja," tutur dia.
Untuk diketahui, Perpres Nomor 60 Tahun 2020 ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 13 April 2020.
https://properti.kompas.com/read/2020/05/08/070000521/perpres-60-tahun-2020-terbit-jakarta-masih-berstatus-ibu-kota-negara