Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

KCIC Ditantang Buka Studi Amdal Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Komite K2 menilai proyek infrastruktur transportasi yang dibangun PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ini telah menyebabkan banjir dan mengganggu kelancaran lalu lintas di Jalan Tol Jakarta-Cikampek dan Jalan Tol Purbaleunyi.

Ketua Komite K2 yang juga Plt Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Danis Hidayat Sumadilaga menegaskan hal tersebut kepada Kompas.com, Minggu (1/3/2020).

"Betul penghentian sementara selama 14 hari kerja efektif. Akan kami evaluasi mulai Senin besok 2 Maret," jelas Danis.

Selain itu, Komite K2 juga menilai PT KCIC telah melakukan enam kesalahan yakni:

1. Pembangunan proyek tersebut kurang memperhatikan kelancaran akses masuk keluar jalan tol sehingga berdampak terhadap kelancaran jalan tol dan jalan non-tol.

2. Pembangunan proyek tersebut kurang memperhatikan manajemen proyek di mana terjadi pembiaran penumpukan material pada bahu jalan sehingga mengganggu fungsi drainase, kebersihan jalan dan keselamatan pengguna jalan.

3. Pembangunan proyek tersebut menimbulkan genangan air pada jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menyebabkan kemacetan luar biasa pada jalan tol dan mengganggu kelancaran logistik.

4. Pengelolaan sistem drainase yang buruk dan keterlambatan pembangunan saluran drainase sesuai kapasitas yang telah terputus oleh kegiatan proyek yang menyebabkan banjir di jalan tol.

5. Adanya pembangunan pilar LRT yang dikerjakan oleh PT KCIC di KM 3+800 tanpa izin sehingga berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan.

6. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), keselamatan lingkungan, dan keselamatan publik belum memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Intrans) Deddy Herlambang mendukung langkah Komite K2. 

Menurut dia, KCIC harus berkoordinasi dan konsolidasi dengan Kementerian PUPR agar selama masa penghentian sementara proyek KCJB, dapat memperbaiki enam kesalahan tersebut.

Deddy juga berpendapat, masa penghentian sementara merupakan momentum yang tepat bagi PT KCIC untuk membuka kepada publik analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan analisis dampak lalu lintas (andalalin) KCJB.

Dari studi amdal dan andalalin ini bisa diketahui apakah ada pelanggaran atau tidak. Kalau sudah dilakukan amdal dan andalalin, seharusnya tidak akan ada banjir dan kemacetan lagi selama proses konstruksi.

"KCJB ini memang proyek misterius. Inilah yang kami sesalkan sejak 2015 lalu. Tidak jelas. Masak panjang lintasan 142,3 kilometer, amdal dan amdalalin bisa dikebut dalam hitungan bulan saja," ungkap Deddy.

Meiki mengungkapkan, proyek KCJB sudah bermasalah dan dipaksakan sejak awal serta menabrak aturan penataan ruang karena tidak tertuang di dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota yang terkena proyek.

"Kualitas dokumen amdal juga sangat lemah sehingga banyak terjadi masalah. Buktinya, ada banyak kasus akibat pelaksanaan proyek KCJB," ujar Meiki kepada Kompas.com, Senin (2/3/2020).

Dia menyebut sejumlah masalah itu antara lain rumah warga retak akibat peledakan terowongan di Kota Cimahi, kemudian meledaknya pipa milik PT Pertamina (Persero) akibat tertusuk mesin bor di Melong.

Belum lagi banjir di beberapa titik pemukiman warga di Bekasi, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat, akibat ditutupnya saluran drainase.

Selain tidak sesuai dengan RTRW kabupaten/kota yang dilintasi, Meiki menilai ada sejumlah kejanggalan lainnya.

Pertama, sosialisasi dan konsultasi publik studi amdal tidak bermakna dan tidak menyasar seluruh unsur warga yang akan terkena dampak.

"Kedua, studi amdal terlalu singkat, tidak dilakukan selama dua musim atau 1 tahun," cetus Meiki.

Deddy mengamini, bahwa untuk studi amdal dengan trase sepanjang KCJB yang mencapai 142,3 kilometer, membutuhkan waktu satu tahun lebih. 

Kejanggalan ketiga, lanjut Meiki, kajian amdal tidak membagi per segmen dari trase Jakarta-Bandung.

PT KCIC, dianggap menyepelekan kondisi lingkungan dan menyamaratakan kondisi sepanjang jalur.

Keempat, proyek KCJB menabrak area lahan tanaman pangan berkelanjutan di Kabupaten Karawang.

"Terakhir, dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RKL-RPL) kurang implementatif dan operasional," sebut Meiki.

Oleh karena itu, menurut Meiki, baik Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri PUPR, atau bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya  melihat secara utuh seluruh aktivitas dan masalah yang diakibatkan oleh proyek KCJB.

Selain itu, penghentian proyek dilakukan secara menyeluruh dan harus diaudit ulang seluruh aktivitasnya.

Dia juga merekomendasikan peninjauan kembali atas aspek kepentingan kehadiran proyek KCJB karena tidak mengakomodasi kepentingan seluruh kelompok masyarakat.

Untuk diketahui, trase KCJB dirancang sepanjang 142,3 kilometer, dan melintasi dua provinsi serta 9 kota/kabupaten.

Kesembilan kota dan kabupaten itu adalah Kota Jakarta Timur, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung.

PT KCIC diketahui mengajukan permohonan penerbitan izin lingkungan kegiatan  pembangunan jalan KCJB sepanjang 142,3 kilometer melewati Jakarta Timur di Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung, di Provinsi Jawa Barat, kepada Menteri LHK dengan surat nomor KCIC.SP.048 tanggal 14 Januari 2016.

Permohonan pengajuan izin ini dibalas Menteri LHK dengan menerbitkan kelayakan lingkungan hidup rencana kegiatan pembangunan jalan KCJB sepanjang 142,3 kilometer melalui Surat Keputusan Nomor SK.35/Menlhk-Setjen/PKTL.0/1/2016 tanggal 20 Januari 2016.

https://properti.kompas.com/read/2020/03/02/210139221/kcic-ditantang-buka-studi-amdal-kereta-cepat-jakarta-bandung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke