Hal ini menyusul ketimpangan antara tingkat kepemilikan dan kebutuhan atau backlog rumah di DKI Jakarta yang semakin lebar. Pada tahun 2015 hingga 2018 saja backlog telah mencapai 10 persen.
Angka ini diprediksi terus bertambah seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini dikuatkan data Ketua Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia Hadi Prabowo.
Menurut Hadi, kepemilikan hunian milik pribadi hanya 47,12 persen sementara angka backlog pada tahun 2015 sebesar 1,27 juta unit rumah.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja menyebut, kondisi kampung di Jakarta sudah padat secara jumlah penduduk dan kegiatan.
Akibatnya, kondisi kampung tersebut tidak berkualitas jika dibandingkan dengan jumlah lantai dan luas lantai yang rendah. Belum lagi tingginya harga perolehan tanah.
Faktor-faktor pendorong tersebut semakin menguatkan bahwa penyediaan hunian bagi segmen sasaran, dapat diberikan dalam bentuk rusun.
Untuk itu, Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebagai Badan Usaha Milik Daerah DKI Jakarta bersinergi dengan Pemprov DKI Jakarta dalam membangun rusun. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan Program DP 0 Rupiah.
Selain itu, Perumda Pembangunan Sarana Jaya juga mengembangkan pusat bisnis di Tanah Abang. Kawasan tersebut akan menjadi sentra bisnis bernama Kawasan Sentra Primer Tanah Abang.
Indra menyebut, nantinya wilayah ini akan menyerupai Sudirman Central Busines District (SCBD).
Kepala Bappeda Nasrudin Djoko Surjono menyebut, saat ini pemprov memiliki 73 kegiatan strategis daerah, yang meliputi penyediaan rumah DP 0 Persen, penataan kawasan permukiman, hingga perbaikan tata kelola rusun.
Nasrudin menuturkan, pembangunan ini tidak hanya dilakukan secara top down namun juga bottom up, di mana pemprov juga menggandeng komunitas untuk melakukan kolaborasi.
"Jadi kalau dulu warga dipandang sebagai obyek, kini mereka dilibatkan dalam pembangunan, melalui pendekatan yang partisipatif dan kolaboratif," kata Nasrudin.
https://properti.kompas.com/read/2020/02/14/213412821/rusun-solusi-merumahkan-warga-jakarta