Kasus mafia tanah terbaru berhasil diungkap Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ). Penipuan tanah ini menggunakan modus menukar sertifikat tanah korban dengan dokumen tiruan yang mirip dengan aslinya.
Dalam kasus tersebut, korban mengetahui telah ditipu setekah sertifikatnya diagunkan ke rentenir. Sebelumnya, korban berniat untuk menjual rumahnya.
Niat ini diketahui oleh para tersangka. Mereka berpura-pura untuk membeli rumah korban dan mengajaknya ke notaris fiktif untuk mengecek keaslian sertifikat rumah.
Di kantor notaris, korban memberikan fotokopi sertifikat tanah yang ia miliki. Saat mendatangi Kantor BPN, sertifikat rumah asli milik korban ditukar dengan dokumen palsu.
Tersangka lalu mengagunkan sertifikat itu senilai Rp 11 miliar.
Berdasarkan kasus tersebut, Sofyan mengatakan pentingnya digitalisasi dokumen pertanahan.
Menurutnya, dengan adanya program ini, masyarakat tidak perlu lagi membawa sertifikat tanah secara fisik. Ini karena seluruh data pertanahan telah tercatat dalam sistem.
"Sertifikatnya sudah bisa di-print karena yang penting adalah data elektroniknya. Jadi kalau ngecek nanti tinggal ngecek pada data elektronik yang sudah dijaga oleh Badan Siber," ucap Sofyan di Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Dia menambahkan, masyarakat nanti tetap bisa menyimpan sertifikat dalam bentuk cetak sebagai bukti.
"Fisiknya pun fisik yang bisa kami tarik. Nanti kami keluarkan kertas saja, kertas sebagai bukti. Seperti saham itu kan enggak ada sertifkatnya lagi, sertifikatnya bisa di-print sendiri," kata dia.
Sofyan mengatakan, pihaknya saat ini sedang melakukan digitalisasi dokumen pertanahan. Saat ini, ada empat layanan yang telah didigitalisasi.
Menurutnya, layanan tersebut sudah diterapkan di 40 kantor pertanahan paling sibuk. Ke depan, dia berharap, layanan ini bisa diterapkan di seluruh kantor pertanahan di Indonesia.
https://properti.kompas.com/read/2020/02/12/224652021/berantas-mafia-tanah-bpn-digitalisasi-dokumen-pertanahan